Senin, 22 Desember 2025

Ada Motif Politik Pecah Belah

- Rabu, 21 Februari 2018 | 08:12 WIB

-

SULIT rasanya untuk tidak mengaitkan rentetan kasus penganiayaan terhadap para pemuka agama oleh ODGJ belakangan ini. Utusan khusus Presiden RI untuk dialog dan kerja sama antar agama dan peradaban Din Syamsuddin, menyebut ada benang merah pada seluruh peristiwa penyerangan tersebut. Dia menegaskan bahwa peristiwa itu bukan kejadian biasa, tapi sudah sangat luar biasa. ''Ini adalah sebuah skenario, walaupun saya tidak punya faktanya,'' terangnya. Tujuannya untuk menganggu stabilitas nasional dan menciptakan konflik antar umat beragama.

Din mengajak semua umat beragama untuk menahan diri dan tidak mudah terprovokasi. Umat beragama jangan mudah diadudomba. Ia menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian. Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mendorong polisi mengusut tuntas kasus tersebut dan mengungkap siapa aktor di balik penyerangan.

Dia khawatir jika kasus itu tidak bisa diungkap dan hanya berhenti pada orang gila, maka akan menyulut ketidak puasaan masyarakat. Selain itu, lanjutnya, akan menimbulkan kecurigaan di antara umat beragama. Akhirnya peristiwa itu dikaitkan dengan masa lalu pada 1965 yang pernah terjadi di Banyuwangi. “Ini sungguh ujian berat bagi kepolisian, kami berharap polisi bisa mengatasinya,” tuturnya.

Sementara itu, pengamat intelijen dari Institut for Security and Strategic, Khairul Fahmi, mengatakan bahwa kasus penganiayaan terhadap tokoh agama tersebut masih ada kaitannya dengan isu-isu sebelumnya yang sempat santer, yakni isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). “Kasus ini tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, pasti saling terkait. Saya melihat ini sebagai bentuk wajah-wajah fasisme yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Khairul Fahmi kepada Radar Bogor, Selasa (19/2).

Khairul melihat terdapat motif adu domba di antara kedua kelompok yang saling tidak menyadari. Namun menurutnya isu ini muncul bukan hanya menjelang atau memasuki tahun politik saja, melainkan isu yang sering kerap terjadi. “Isu ini sudah ada dari tahun 60-an sampai sekarang, jadi mahal saja jika dibilang ini isu menjelang pemilu. Mungkin isu ini lebih berkualitas karena penyebarannya cepat lewat media sosial,” ucapnya.

Ia menyayangkan sikap pemerintah setiap kali adanya isu-isu yang muncul jelang momen-momen tertentu seperti pemilu. Mereka hanya sebatas melakukan peleraian tetapi tidak memunculkan solusi. Karena selama ini penanganan tidak pernah tuntas sampai ke akar-akar persoalannya, hanya berhenti pada tahap melerai. “Mestinya lakukan dialog komunikasi atau kampanye agar upaya pencegahan tidak berlanjut lagi, efektif dan suspen,” tegasnya.

Khairul menuturkan, isu kekerasan terhadap ulama ini tidak dapat hilang karena isu ini merupakan isu yang dapat didaur ulang. “Dari awal negara kita merdeka isu ini sudah ada, mau sampai kapan pun juga akan terus ada. Jadi caranya tetap sama, pemerintah harus usut sampai ke akar persoalan. Jangan setengah-setengah,” tutup Khairul.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) pun mengutuk keras penyerangan ulama yang terjadi di Indonesia. Polisi diminta mengungkap kasus ini. "Apa pun alasannya, tidak boleh lagi terjadi kekerasan serupa," kata Bamsoet.

Bamsoet meminta polisi segera mengusut penyerangan terhadap ulama. Polisi juga diminta mengungkap motif penyerangan terhadap KH Hakam. Kepolisian, kata Bamsoet, harus segera dan serius mengusut tuntas kasus tersebut serta membongkar motif dan latar belakang penyerangan terhadap para pemuka agama. “Jika polisi tidak bergerak cepat, saya khawatir akan ada pihak yang memprovokasi masyarakat kita sehingga kerukunan dan kedamaian bisa terganggu," tuturnya.

Bamsoet juga berharap masyarakat tidak lantas terprovokasi oleh peristiwa tersebut, juga tak membawa peristiwa itu ke hal yang berbau SARA. "Tidak ada dasar agama maupun budaya yang mendidik kita melakukan tindakan kekerasan. Saya harap masyarakat tidak terprovokasi, apalagi mengaitkan ini dengan isu SARA," ujarnya.

Sementara itu, Ketua MUI Pusat bidang Hubungan Internasional, Muhyiddin Junaedi mengatakan bahwa dirinya baru saja mengikuti rapat bersama para pimpinan MUI seluruh Indonesia membahas fenomena penyerangan pemuka agama oleh ODGJ. Menurutnya, serangkaian peristiwa yang menimpa kaum ulama merupakan sebuah skenario yang diciptakan oleh pihak-pihak tertentu di tahun politik ini. ''Menurut kami jelas, ini ada upaya dari kelompok tertentu yang ingin menciptakan disabilitas keamanan. Peristiwa ini yang pasti sangat meresahkan dan mengkhawatirkan masyarakat,'' kata dia. Muhyiddin tak menampik fenomena ini memiliki kaitan erat dengan politik. “Apalagi sekarang sudah masuk tahun politik. Masyarakat bisa sangat mudah mengkaitkan isu ini dengan konteks politik,” ujarnya.

Akibatnya, lanjut Muhyidin, umat Islam dan para ulama selalu menjadi objek tertuduh. ''Minimal umat Islam sangat dirugikan dengan peristiwa ini,'' tukasnya.

Dalam pengamatan Muhyiddin, peristiwa ini didalangi oleh pihak-pihak yang benci kepada umat Islam. Karenanya ia meminta aparat penegak hukum dan pemerintah mengusut tuntas dan mencari dalang utama dari peristiwa ini. ''Saya yakin ada oknum yang bermain di sini. Pasti ada dalangnya,'' cetusnya.

Muhyiddin pun mengkritisi peran Badan Intelejen Negara yang menurutnya gagal memainkan peran dalam meredakan isu orang gila yang merebak di masyarakat, khususnya di Jawa Barat. “Saya menganggap ini adalah salah satu kegagalan intelejen. Atau bisa jadi ada upaya permainan intelejen di sini,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X