Senin, 22 Desember 2025

Pidana atau Merdeka?

- Rabu, 21 Februari 2018 | 08:16 WIB

 “Setelah ada permintaan tersebut, barulah dilakukan pemeriksaan dan observasi secara menyeluruh oleh tim yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran jiwa, psikolog, juga perawat,” jelasnya.

Observasi tersebut dilakukan selama 24 jam. Dengan rata-rata observasi dilakukan selama 14 hari. Kemudian, tim akan menyusun laporan Visum et Repertum Psychiatry yang menjelaskan tentang kondisi terperiksa dan kemampuannya untuk bertanggungjawab terhadap tindakan hukum yang dilakukan. “Tidak bisa pelaku kriminal dikatakan mengalami ganguan jiwa secara dadakan,” cetusnya.

Sedangkan untuk tes yang menyimpulkan seseorang mengalami gangguan jiwa atau tidak juga wajib melalui beberapa proses. Pertama adalah melakukan pemeriksaan dan observasi melalui visum et repertum psychiatry. Kemudian melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang atau tes psikometri. “Seperti tes psikologi, tes MMPI dan tes-tes lain yang diperlukan sesuai kondisi saat itu,” imbuhnya.

Serangkaian tes tersebut harus dijalani untuk memastikan bahwa pelaku benar-benar mengalami gangguan jiwa. Itu untuk menghindari pelaku kriminal yang berpura-pura gila agar tidak terjerat hukum. Pelaku kriminal biasanya berpura-pura gila di depan petugas kepolisian. “Itu sangat sering kami temuia di RS Marzuki Mahdi,” imbuhnya.

Dr Bambang menjelaskan, untuk gangguan jiwa sendiri sedikitnya ada delapan jenis gangguan jiwa. Mulai dari skizofrenia, skizoafektif, gangguan bipolar, psikotik akut, demensia, delirium, gangguan skizofrenia dan gangguan depresi. Gangguan skizofrenia lebih banyak terjadi pada anak.

Sedangkan masa perawatan pasien ganggunan jiwa di RS Marzuki mahdi, sedikitnya harus menjalani perawatan selama 22 hari. Mulai dari perawatan kondisi akut atau gelisah, intermediate, stabilisasi dan rehabilitasi psikososial. “Selanjutnya pasien gangguan jiwa bisa dengan berobat jalan,” jelasnya.

Saat ini, menurutnya, ada 530 pasien ODGJ yang dirawat per hari. Dari angka tersebut, sebanyak 375 pasien menjalani rawat inap. “Setiap hari ada yang keluar masuk. Dari mulai yang melakukan berobat jalan hingga dirawat inap,” ujarnya.

Mereka yang yang menajalani rawat inap di RS Marzuki mahdi berasal dari sejumlah daerah. “RS Marzuki Mahdi ini merupakan rujunan nasional. Pasien berasal dari berbagai daerah di indonesia, hanya yang mendominasi dari jawa barat. Mulai dari kabupaten bogor. Kota Bogor, Bekasi, Jakarta Timur, Depok, Sukabumi dan Cianjur,” imbuhnya.

Psikolog Poppy Amalia, menambahkan bahwa pada dasarnya orang dengan gangguan disabilitas mental memiliki beberapa macam karakter dan persoalan. Terkait penyebab seseorang yang awalnya normal kemudian mendadak gila, hal itu menurut Poppy mungkin saja terjadi.

Poppy pun membedakan antara penggunaan istilah stres dan gila. Stress menurutnya, terjadi apabila seseorang mengalami tekanan-tekanan lahiriah secara konsisten. Penyebab orang menderita penyakit stres beraneka ragam. Ia mencontohkan seperti tuntutan peran hidup yang tidak bisa dipenuhi. Misal seorang ayah, dia merasa tidak layak menjadi ayah. Tidak mampu memberikan nafkah. Atau seorang artis, ketika dituntut untuk berperan lebih, sementara ia tidak sanggup. Hal itu lama-lama menjadi pikiran. “Tekanan-tekanan dari berbagai faktor inilah yang menyebabkan seseorang dapat menderita tekanan jiwa atau stess,” paparnya.

Lebih lanjut, Poppy mengklasifikasi stress menjadi beberapa level. Ada stress tingkat satu, dua, tiga, empat, dan lima. Stess tingkat satu adalah dimana seseorang hanya merasakan gelisah, namun tidak terlalu diekspresikan dalam kesehariannya ke hadapan orang di sekitarnya. Stress tingkat dua sudah merasuki ke dalam pikiran, akibatnya jiwa menjadi labil dan tidak tenang. Tingkat tiga, seseorang mulai menderita penyakit-penyakit tertentu. Tingkat empat  penyakit tersebut semakin mudah menjalari semua bagian tubuh.

Tanda-tanda yang umum terjadi seperti adanya bercak-bercak kemerahan di bagian wajah, ketombe, tidaselukk nafsu makan, mudah tersinggung atau sensitif. Tingkat lima ditandai dengan munculnya depresi yang semakin berat. Akibatnya, gangguan mood atau daya hidup untuk merasakan ketertarikan pada aktivitas keseharian mulai turun. Di level tingkat lima ini memungkinkan penderitanya melakukan tindakan fatal seperti membunuh orang lain atau bahkan membunuh dirinya sendiri. Adapun level ke enam sendiri, kata Poppy, sudah bisa disebut orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.

Poppy menjelaskan bahwa orang dengan gangguan jiwa memiliki beraneka ragam karakter dan penyakit. Varian ini tergantung pada kegilaan yang dialaminya. Ada puluhan atau bahkan ratusan jenis gangguan kejiwaan. Namun Poppy merangkum sepuluh daftar teratas penyakit kejiwaan yang menurutnya paling berbahaya. Yakni Skizofrenia, Bipolar Disorder, Psikopat, Obsesif Compulsif Disorder, Skizoaffectif, Anorexia Nervosa, Multiple Identitiy Disorder, Self Harm atau Self Injures, Homosexual dan terakhir Anti Sosial atau Personality Disorder.

Poppy menyarankan kepada masyarakat agar jangan takut untuk berkonsultasi dengan Psikater atau Psikolog. Konsultasi untuk menganalisa lebih dini adalah hal paling tepat untuk mengatasinya. “Nantinya Psikater dapat merekomendasikan tindakan terapi yang tepat atau obat yang cocok untuknya,” kata Poppy.

(tim)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X