Begitu melewati jalan tanjakan dan membelah bukit, barulah terlihat permukiman warga Kampung Panggeleseran.
Perkampungan itu tampak sepi. Menurut Dedi, sebagian warga di sana telah pindah ke Kampung Kembangkuning. Sebab, tanah di sana tak aman dijadikan tempat tinggal.
“Beberapa warga di sini sudah direlokasi ke Kembangwangi. Tapi masih ada 20-an rumah yang tetap di sini. Pemiliknya tidak mau pindah,” beber Dedi.
Akibat adanya relokasi itu, lanjut Dedi, ia juga membagi ruang belajar siswa di dua titik, yakni di Kampung Panggeleseran dan Kampung Kembangwangi.
“Kalau di sini rumah saya yang dipakai. Di Kembangwangi ada tiga rumah warga yang dipakai,” akunya.
Kepala MI Panggeleseran Tatu Uyaenah mengatakan, kondisi seperti ini sudah berlangsung lama. Setiap siswa belajar dalam kondisi apa adanya. “Ya mau gimana lagi. Kami hanya bisa pasrah dengan kondisi seperti ini. Anak-anak harus belajar di rumah-rumah warga karena ketiadaan kelas seperti sekolah umumnya,” kata Tatu kepada wartawan, kemarin.
Disinggung terkait upaya pengajuan bantuan, sambung Tatu, pihaknya sudah mengajukan ke berbagai pihak, dari Kemenag, ormas Islam, Pemkab Bogor dan wakil rakyat. Namun hingga kini tak ada satu pun yang berhasil.
“Kalau buat proposal bantuan sudah banyak, hampir ke semua pihak. Namun ya mungkin belum ada yang terketuk untuk membantu,” imbuhnya.
Seorang siswa bernama Erwin mengaku tak sabar bisa memiliki gedung sekolah. ”Ingin belajar di ruang bagus kayak yang lain di kota,” ucap Erwin.
Kondisi ini juga membuat Ketua Pengurus Daerah (PD) Mathaul Anwar Kabupaten Bogor Abdul Azis Sarnata prihatin. Ia mengaku telah mendatangi sekolah tersebut beberapa waktu lalu. Aziz berjanji akan mendorong sekolah tersebut untuk mendapat bantuan.
“Kita sudah tinjau ke lokasi tersebut bersama beberapa pengurus PD Mathaul Anwar. Sekolahan itu harus mendapatkan perhatian dari Pemkab Bogor,” kata Azis saat dihubungi Metropolitan. (kmg/mul/d/feb/run)