METROPOLITAN - Cahaya putih kelap-kelip menerangi jalanan di lokalisasi Gang Semen, Puncak, Kabupaten Bogor. Tepat di pintu masuk gang sudah berdiri pria tua lengkap dengan jaket hitam dan sarung di leher. Yoyo namanya, penjaja vila yang sudah 18 tahun ikut menjajakan Pekerja Seks Komersial (PSK). “Istirahat dulu bang di vila,” ucap Yoyo.
Yoyo sehari-hari bekerja di kawasan Gang Semen, menjaga sebuah vila yang berada di ujung gang. Tak hanya menyewakan tempat penginapan, ia juga menawarkan pilihan wanita untuk teman tidur semalam.
Malam itu, Metropolitan sengaja mendatangi tempat pelacuran yang terkenal dengan istilah GS, untuk memastikan tingkat transaksi PSK pada malam pergantian tahun.
Jalan beton dengan konstruksi menurun sepanjang 50 hingga 80 meter langsung menyambut tim kala memasuki GS. Sejumlah rumah kamar bertingkat dua hingga berbidang-bidang kamar kontrakan, berdiri kokoh di kanan dan kiri jalan. Hampir di semua bangunan itu juga tersedia parkir yang lapang.
Bersama Yoyo, Metropolitan menyusuri Gang Semen. Suara manja dari PSK pun terdengar. “Ke sini saja om, belok kiri. Sini, kanan om,” tawar teriak para penjaja dengan lantang.
Sampai akhirnya langkah kaki terhenti di bangunan oranye dengan lampu terang benderang. Lokasinya tak jauh dari vila yang dijajakan Yoyo. Sebuah kontrakan dengan empat pintu itu jadi ‘etalase’ bagi setiap pengunjung sebelum kencan dengan PSK. Di dalamnya sudah ada belasan wanita muda berpakaian seksi. Mereka siap menyambut setiap tamu yang datang. “Sok saja dilihat dulu,” kata Yoyo menawarkan kepada Metropolitan yang memarkirkan motor di pojokan.
Deretan kendaraan roda dua hingga mobil juga memenuhi halaman parkir di kontrakan itu. Rata-rata dari puluhan motor berpelat F dan B. Bahkan, pria 57 tahun itu bisa memprediksi bahwa jumlahnya lebih banyak ketimbang malam pergantian tahun nanti. “Ya kalau mau (buking, red) sekarang. Nanti mah (malam pergantian tahun, red) kosong,” kata Yoyo.
Kamar demi kamar kami lewati sambil sesekali melihat dan memilih para PSK yang sudah berdandan menor. Sebelum berkencan, Yoyo sudah mengingatkan soal tarif short time. “Kamar Rp100 (ribu, red) perempuan Rp400 (ribu, red),” bisiknya.
Sampai akhirnya Yoyo mengenalkan seorang wanita muda dengan mata sipit mirip gadis Korea. Debby namanya. Potongan rambut bondol sedikit pirang dibalut celana model hot pants, membuat lekuk tubuhnya terlihat seksi.
Dengan senyum menggoda, wanita asal Jakarta itu langsung membawa Metropolitan ke sebuah bangunan bertingkat dengan luas hampir 500 meter persegi. Di sana ada 20 kamar yang tersedia. Masing-masing kamar berukuran 4x4 meter. Dalam ruang bercat krem sudah tersedia ranjang, bangku kayu serta meja anyaman untuk bersantai. Selain itu, ada pula kamar mandi minimalis yang sudah tersedia sabun dan handuknya.
Di kamar itulah Debby menceritakan soal kehidupan di GS. Termasuk saat malam pergantian tahun nanti. Ia bersama puluhan rekan-rekannya telah dibuking papih-mamihnya, sebutan untuk pengasuh PSK di GS. Puluhan PSK di sana diwajibkan ikut dalam pesta tahunan yang tempatnya dirahasiakan. “Ada lah pokoknya. Kita biasanya party-party di sana,” aku wanita yang sudah dua tahun menjajakan diri itu.
Ia pun justru menawarkan diri agar para pengunjung yang berniat ‘memakai’ jasanya untuk melakukannya sebelum malam pergantian tahun. “Kamu datangnya pas. Kalau 31 sudah habis stoknya. Ada lagi setelah tanggal tiga Januari ke sana,” ujar Debby.
IMPOR PSK HINGGA DATANGKAN STRIPTIS
Kondisi ‘habisnya’ PSK saat malam pergantian tahun tak hanya terjadi di lokalisasi Gang Semen, tetapi juga di kawasan Warung Kaleng, Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua.