Minggu, 21 Desember 2025

Mar Hendro : Semua Perintah PPK Dan 'Panglima'

- Jumat, 26 Juli 2019 | 10:19 WIB
DICIDUK: Setelah buron hampir sebulan, Mar Hendro (kemeja biru) akhirnya ditangkap Penyidik Kejari Kota Bogor, kemarin.
DICIDUK: Setelah buron hampir sebulan, Mar Hendro (kemeja biru) akhirnya ditangkap Penyidik Kejari Kota Bogor, kemarin.

METROPOLITAN - ‘Panglima’. Siapa sangka, kata itu kini menjadi yang paling diperbincangkan di Kota Bogor. Bagaimana tidak, warga Bogor kini penasaran siapa sosok ‘Panglima’ yang disebut-sebut oleh tersangka korupsi pengadaan fiktif di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemilihan wali kota (pilwalkot) Bogor 2018, Mar Hendro bin Tugiyo, yang akhirnya diciduk Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor setelah hampir sebulan buron dan mangkir dari panggilan penyidik.

Sejak 18 Juni lalu, Mar Hend­ro si oknum Satpol PP Kota Bogor, ditetapkan tersangka bersama Bendahara Umum KPU Kota Bogor Harry Astama karena menilep uang rakyat berjumlah Rp470 juta, dengan modus pengadaan kegiatan fiktif. Mar Hendro memanfaat­kan jabatannya sebagai ketua kelompok kerja (pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) KPU yang disokong peran Harry untuk mencairkan uang haram itu.

Mar Hendro berhasil ditang­kap penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Bogor saat bersama istri dan kedua anaknya di rumahnya di kawasan Cido­kom, Kecamatan Gunungsindur, Kamis (25/7) sekitar pukul 14:00 WIB. Pegawai Negeri Sipil (PNS) di satuan Pemadam Kebakaran (Damkar) Satpol PP Kota Bogor itu pun digelandang ke kantor kejari untuk diperiksa dan tiba pukul 16:00 WIB.

Dua jam diperiksa penyidik, Mar Hendro pun keluar sem­bari mengenakan rompi oranye menuju mobil dinas untuk di­bawa ke Lembaga Pemasyara­katan (Lapas) Paledang. Ia pun berkoar-koar akan kooperatif dan membuka kemana aliran dana dan siapa dalang dalam kasus rasuah tersebut. Praktik haram yang ia jalankan ber­sama Harry Astama bermuara pada perintah Pejabat Pem­buat Komitmen (PPK) sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan ’Panglima’.

”Intinya (yang saya lakukan itu semuanya, red) saya mah tergantung PPK. Semua perin­tah PPK sama ’Panglima’. PPK-lah yang lebih tahu, saya mah menjalankan perintah saja. Tergantung dari ’Panglima’ juga,” katanya sembari melang­kah ke mobil dinas.

Termasuk soal aliran dana ke mana uang Rp470 juta itu di­setorkan serta membuka kemun­gkinan siapa inisiator awal terjadinya persekutuan jahat tersebut. Pria 40 tahun itu mengaku akan buka-bukaan soal siapa lagi yang telibat. ”Saya akan buka. Yang lebih tahu ya PPK dan PA. Inisial ’Panglima’? Nggak komentar dulu sekarang,” tegasnya.

Selama mangkir dari pang­gilan dan sempat menjadi Daf­tar Pencarian Orang (DPO), lelaki kelahiran Jakarta itu mengaku sempat lari ke Boyo­lali, Jawa Tengah, beberapa hari. Sebelum akhirnya kem­bali ke kediamannya di Utara Kabupaten Bogor itu, tempat ia diciduk.

”Saya nggak ke ma­na-mana, ada di rumah. Sem­pat ke Boyolali saja, ke rumah saudara saya,” paparnya saat dicecar pertanyaan oleh awak media.

Kini Pekerjaan Rumah (PR) ada di tangan Kejari Kota Bogor untuk mengungkap siapa lagi yang terlibat dalam kasus ini, serta ke mana saja aliran dana yang digunakan para tersangka. Seperti yang diucapkan ter­sangka saat digelandang kelu­ar dari ruangan pemeriksaan.

“Semua masih terbuka kemun­gkinan. Saat ini kita masih da­lami, apa yang menjadi kete­rangan para tersangka. Terma­suk soal keterlibatan orang lain, seperti PPK, PA atau ’Panglima’, seperti yang diungkapkan ter­sangka,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Kota Bogor Rade Satya Nainggolan.

Penyidik korps adhyaksa juga belum mengetahui ke mana arah uang haram itu larinya. Hal tersebut akan di­buktikan dengan segera mela­kukan pemanggilan terhadap nama-nama atau orang pada jabatan-jabatan yang disebut­kan tersangka sebagai bahan pemeriksaan lanjutan. Se­hingga berkas yang akan disi­dangkan bakal berbarengan dengan persidangan Hary Astama, yang sudah ditahan lebih dulu.

“Tadi kita periksa sebentar karena belum ada pengacaranya. Kami belum tahu semua itu. Itu kita perdalam lagi apa yang jadi dasar. Kemungkinan ter­sangka lain? Kita akan segera periksa lagi, panggil lagi orang-orang itu. Pembuktian dari keterangan MH (Mar Hendro, red),” terangnya.

Dari tangan tersangka, pi­haknya sudah menyita aset berupa rumah yang baru di­diaminya selama beberapa minggu. Dari keterangan RT dan RW, Mar Hendro diketahui belum melaporkan data tinggal di rumah barunya itu. Nilainya berkisar antara Rp250-350 juta. “Dia baru pindah RT, makanya belum laporan ke ketua RT. Katanya baru beli rumah itu beberapa minggu lalu, karena ketua RT itu yang tanda tangan AJB (Akta Jual Beli, red)-nya,” ucapnya.

Ditanya soal kasus rasuah yang menimpa instansi yang dipim­pinnya, Ketua KPU Kota Bogor Samsudin memilih bungkam dan menyerahkan segala se­suatunya sesuai hukum yang berlaku. Diketahui, pada saat pilwalkot Bogor 2018, Samsudin masih menjabat komisioner Divisi Teknis KPU Kota Bogor. “No comment dulu itu sih,” singkatnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X