METROPOLITAN - ‘Panglima’. Siapa sangka, kata itu kini menjadi yang paling diperbincangkan di Kota Bogor. Bagaimana tidak, warga Bogor kini penasaran siapa sosok ‘Panglima’ yang disebut-sebut oleh tersangka korupsi pengadaan fiktif di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemilihan wali kota (pilwalkot) Bogor 2018, Mar Hendro bin Tugiyo, yang akhirnya diciduk Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor setelah hampir sebulan buron dan mangkir dari panggilan penyidik.
Sejak 18 Juni lalu, Mar Hendro si oknum Satpol PP Kota Bogor, ditetapkan tersangka bersama Bendahara Umum KPU Kota Bogor Harry Astama karena menilep uang rakyat berjumlah Rp470 juta, dengan modus pengadaan kegiatan fiktif. Mar Hendro memanfaatkan jabatannya sebagai ketua kelompok kerja (pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) KPU yang disokong peran Harry untuk mencairkan uang haram itu.
Mar Hendro berhasil ditangkap penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Bogor saat bersama istri dan kedua anaknya di rumahnya di kawasan Cidokom, Kecamatan Gunungsindur, Kamis (25/7) sekitar pukul 14:00 WIB. Pegawai Negeri Sipil (PNS) di satuan Pemadam Kebakaran (Damkar) Satpol PP Kota Bogor itu pun digelandang ke kantor kejari untuk diperiksa dan tiba pukul 16:00 WIB.
Dua jam diperiksa penyidik, Mar Hendro pun keluar sembari mengenakan rompi oranye menuju mobil dinas untuk dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Paledang. Ia pun berkoar-koar akan kooperatif dan membuka kemana aliran dana dan siapa dalang dalam kasus rasuah tersebut. Praktik haram yang ia jalankan bersama Harry Astama bermuara pada perintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan ’Panglima’.
”Intinya (yang saya lakukan itu semuanya, red) saya mah tergantung PPK. Semua perintah PPK sama ’Panglima’. PPK-lah yang lebih tahu, saya mah menjalankan perintah saja. Tergantung dari ’Panglima’ juga,” katanya sembari melangkah ke mobil dinas.
Termasuk soal aliran dana ke mana uang Rp470 juta itu disetorkan serta membuka kemungkinan siapa inisiator awal terjadinya persekutuan jahat tersebut. Pria 40 tahun itu mengaku akan buka-bukaan soal siapa lagi yang telibat. ”Saya akan buka. Yang lebih tahu ya PPK dan PA. Inisial ’Panglima’? Nggak komentar dulu sekarang,” tegasnya.
Selama mangkir dari panggilan dan sempat menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), lelaki kelahiran Jakarta itu mengaku sempat lari ke Boyolali, Jawa Tengah, beberapa hari. Sebelum akhirnya kembali ke kediamannya di Utara Kabupaten Bogor itu, tempat ia diciduk.
”Saya nggak ke mana-mana, ada di rumah. Sempat ke Boyolali saja, ke rumah saudara saya,” paparnya saat dicecar pertanyaan oleh awak media.
Kini Pekerjaan Rumah (PR) ada di tangan Kejari Kota Bogor untuk mengungkap siapa lagi yang terlibat dalam kasus ini, serta ke mana saja aliran dana yang digunakan para tersangka. Seperti yang diucapkan tersangka saat digelandang keluar dari ruangan pemeriksaan.
“Semua masih terbuka kemungkinan. Saat ini kita masih dalami, apa yang menjadi keterangan para tersangka. Termasuk soal keterlibatan orang lain, seperti PPK, PA atau ’Panglima’, seperti yang diungkapkan tersangka,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Kota Bogor Rade Satya Nainggolan.
Penyidik korps adhyaksa juga belum mengetahui ke mana arah uang haram itu larinya. Hal tersebut akan dibuktikan dengan segera melakukan pemanggilan terhadap nama-nama atau orang pada jabatan-jabatan yang disebutkan tersangka sebagai bahan pemeriksaan lanjutan. Sehingga berkas yang akan disidangkan bakal berbarengan dengan persidangan Hary Astama, yang sudah ditahan lebih dulu.
“Tadi kita periksa sebentar karena belum ada pengacaranya. Kami belum tahu semua itu. Itu kita perdalam lagi apa yang jadi dasar. Kemungkinan tersangka lain? Kita akan segera periksa lagi, panggil lagi orang-orang itu. Pembuktian dari keterangan MH (Mar Hendro, red),” terangnya.
Dari tangan tersangka, pihaknya sudah menyita aset berupa rumah yang baru didiaminya selama beberapa minggu. Dari keterangan RT dan RW, Mar Hendro diketahui belum melaporkan data tinggal di rumah barunya itu. Nilainya berkisar antara Rp250-350 juta. “Dia baru pindah RT, makanya belum laporan ke ketua RT. Katanya baru beli rumah itu beberapa minggu lalu, karena ketua RT itu yang tanda tangan AJB (Akta Jual Beli, red)-nya,” ucapnya.
Ditanya soal kasus rasuah yang menimpa instansi yang dipimpinnya, Ketua KPU Kota Bogor Samsudin memilih bungkam dan menyerahkan segala sesuatunya sesuai hukum yang berlaku. Diketahui, pada saat pilwalkot Bogor 2018, Samsudin masih menjabat komisioner Divisi Teknis KPU Kota Bogor. “No comment dulu itu sih,” singkatnya.