METROPOLITAN - “Takut balik ke rumah, takut gempa lagi,” ujar salah seorang warga.
Meski harus berdesak-desakan di tenda sepanjang delapan meter dan hanya beralaskan tikar, warga Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, lebih memilih mengungsi di tenda dadakan yang didirikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Sebab, dalam sehari mereka bisa merasakan empat sampai lima kali gempa bumi hingga jadi trauma tersendiri.
Sejak Sabtu (10/8), kehidupan warga di barat Kabupaten Bogor itu tak bisa tenang. Makan tak enak, mandi tak tenang, panik lantaran gempa pun terus dirasakan warga. Terparah, sejak Senin sampai Rabu (18-21/8), gempa yang terus terjadi membuat warga trauma. Sampai-sampai banyak yang tidur di teras rumah.
Meski jenuh dan capek, belum lagi kondisi tenda yang seadanya, warga memilih tetap bertahan di pengungsian di area terbuka perkebunan teh yang berbatasan langsung dengan Sukabumi karena takut gempa susulan terus terjadi.
“Terakhir Rabu (21/8) malam, trauma mungkin ya, ada tidur di teras rumah sebelum pemda (pemerintah daerah) bikin tenda buat antisipasi. Warga pada milih ke sana. Gempanya terus-terusan sih,” ungkap warga setempat, Faisal.
Belum lagi saat malam. Suasana perkebunan makin malam makin dingin. Beberapa bocah yang tidak nyaman tidur pun sesekali menangis. Namun apa daya, lebih baik tinggal di tenda darurat daripada harus deg-degan tidur di rumah, khawatir gempa susulan.
Tenda darurat pun sengaja dibuat untuk antisipasi warga karena gempa terhitung sering terjadi. Dalam dua hari saja, meski di bawah magnitudo empat, gempa terus terjadi. Diduga gempa itu berpusat di barat daya kaki Gunung Salak.
Dari data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lima hingga dua kali gempa terjadi pada 19 Agustus, yakni pukul 08:13 dan 22:52 WIB, dengan kekuatan 2,5-3 magnitudo. Lalu pada Rabu (21/8) dini hari terjadi hingga magnitudo 3,9, yang membuat warga berhamburan keluar rumah. Kemudian pada pukul 11:24 dan 20:49 WIB dengan kekuatan magnitudo 3,3-3,4.
Tak kurang 80 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 250 jiwa pun hingga kini masih mengungsi di tenda darurat yang didirikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) maupun masyarakat setempat.
“Tenda darurat sengaja kami buat bareng BPBD untuk antisipasi karena gempa terus-terusan terjadi. Tapi sampai malam ini (kemarin, red) warga sudah berangsur pulang ke rumah masing-masing karena gempa juga sudah tidak terjadi lagi,” kata Camat Nanggung Mulyadi kepada Metropolitan, kemarin.
Ia mengakui rasa khawatir menjadi dasar dibuatnya tenda darurat agar bisa ditangani bersama BPBD, meski gempa yang terjadi di bawah magnitudo tiga. Tenda itu dibuat untuk sekitar 30-50 warga. Apalagi kebanyakan warga di Malasari rumahnya masih terbuat dari kayu, sehingga masih cukup aman jika gempa terjadi.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun bakal mendistribusikan bantuan logistik seperti sembako ke Desa Malasari, sembari menunggu kajian dari BMKG yang tengah mengkaji jenis gempa yang terjadi. “Lagi ada tim dari BMKG untuk melihat kontur tanah di sini gimana. Nanti datanya ke BPBD, baru ke wilayah. Kami akui ya, warga trauma lah. Makanya tenda tetap dipertahankan beberapa hari ke depan, sembari menunggu bantuan dan hasil kajian dari BMKG, gempa apa yang terjadi beberapa hari ini,” jelasnya.
Tercatat sedikitnya sembilan rumah rusak akibat gempa dengan kedalaman 24 kilometer di wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, pada Rabu (21/8) sekira pukul 03:06 WIB. ”Bantuan sudah dikirim, termasuk kebutuhan tenda,” ujar Sekretaris BPBD Kabupaten Bogor Budi Pranowo, Kamis (22/8).
Terpisah, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengakui seringnya terjadi gempa tersebut menambah resah masyarakat. Banyak pertanyaan warga yang dilontarkan kepada BMKG terkait meningkatnya aktivitas gempa di wilayah Kabupaten Bogor itu. Diperkirakan termasuk gempa kategori tiga, yang dicirikan dengan munculnya aktivitas gempa yang berlangsung secara terus-menerus dengan magnitudo yang relatif kecil tanpa ada gempa utama.