METROPOLITAN.ID - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Bogor menggelar aksi unjuk rasa di depan Pintu Istana Bogor pada Selasa, 14 Mei 2024.
Dalam aksinya, para mahasiswa membawa lima tuntutan. Di mana, salah satunya yakni menuntut Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menindak pejabat anti kritik.
Ketua HMI Cabang Kota Bogor, Sofwan Ansori mengatakan, demokrasi di Indonesia sudah terasa pelik oleh kabar dan berita pembungkaman hak untuk berekspresi yang terjadi di mana-mana, padahal salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh negara adalah menyampaikan pendapat.
Di mana, pasal kebebasan berpendapat diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F. Adapun bunyi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Sementara, faktanya hal itu berbeda dengan aturan turunan seperti Undang-undang yang ada, pasal-pasal karet sering bertolak belakang dengan nilai konstitusi yang menjamin kebebasan berpedapat.
Belum lagi, akhir-akhir ini sering kali para aktivis yang mengkritisi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah kerap kali berakhir dengan dipidanakan, dengan menggunakan pasal-pasal karet yang dinilai dipaksakan untuk membungkam orang yang memberikan pendapatnya di ruang publik.
Kemudian, gejala antikritik dan pengabaian terhadap adanya noktah hitam pelanggaran HAM di Indonesia juga terlihat di panggung global.
Di mana, Amnesty International Indonesia menilai Pemerintah Indonesia memberikan respons yang tidak memadai bahkan cenderung mengerdilkan fakta-fakta akan kondisi HAM di Indonesia saat mendapatkan kritik dan pertanyaan dari Komite Hak Asasi Manusia PBB.
Atas hal itu, HMI Cabang Kota Bogor menyampaikan lima poin tuntutan kepada Presiden Jokowi. Diantaranya, meminta Presiden Jokowi memberikan atensi atau perhatiannya terhadap kasus kasus yang mengkriminalisasi aktivis baik di pusat maupun daerah.
Kedua, meminta Presiden Jokowi memberikan perhatiannya terhadap kasus yang menimpa Akbar Idris mantan Wasekjen PB HMI.
Ketiga, menuntut Presiden Jokowi untuk menindak atau memberhentikan pejabat pejabatnya yang anti terhadapa kritik, baik di daerah ataupun pusat.
Keempat, mendesak presiden Jokowi untuk mencabut aturan atau pasal pasal karet yang kerap kali mengkriminalisasi aktivis.
"Terakhir, kami menolak segala bentuk Rancangan Undang-undang yang dinilai memperkecil ruang ruang publik berpendapat atau menyapaikan informasi. Seperti RUU penyiaran akan larang konten ekslusif jurnalisme berbasis investigasi," kata Sofwan Ansori. (cr1/rez)