METROPOLITAN.ID - Pemerintah Kota (Pemkot) dan DPRD Kota Bogor telah menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2025-2029 menjadi Perda. Keputusan ini diambil dalam rapat Paripurna pada Rabu, 30 Juli 2025.
Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menyampaikan apresiasinya atas keselarasan visi antara eksekutif dan legislatif dalam menyusun arah pembangunan lima tahun ke depan, melalui RPJMD Kota Bogor 2025-2029 ini.
"Alhamdulillah, dari RPJMD dan KUA-PPAS semuanya sudah disetujui. Ada beberapa poin yang menurut saya sudah selaras dan berada pada satu frekuensi, terutama terkait misi kota: Bogor Sehat, Bogor Lancar, Bogor Sejahtera, dan Bogor Cerdas. Kurang lebih sudah sesuai," kata Dedie Rachim.
Menurutnya, tantangan selanjutnya adalah memastikan implementasi kebijakan berjalan optimal, termasuk dalam aspek pengawasan dan pembiayaan.
Atas itu, seluruh pihak perlu bekerja sama untuk mencari sumber pendanaan tambahan guna mewujudkan program-program prioritas.
"Tinggal bagaimana kita mengawal implementasi kebijakan ini. Tantangan selanjutnya adalah mencari sumber pendanaan. Kekurangan-kekurangan anggaran harus dipenuhi dan dilaksanakan dalam bentuk program dan kegiatan," tegasnya.
Lebih lanjut, Dedie Rachim menyebut bahwa tidak ada hal-hal yang kontradiktif antara pihak eksekutif dan legislatif. Kolaborasi yang sudah terjalin akan menjadi modal utama untuk menambah potensi pendapatan daerah.
"Untuk itu, kami juga mengajak DPRD bersama-sama mencari formula dalam menambah potensi pendapatan daerah. Adakah sumber terdekat yang bisa digali? Kita akan maksimalkan lagi potensi-potensi yang ada," ujarnya.
Adapun beberapa sektor yang disebut potensial untuk ditingkatkan kontribusinya antara lain perparkiran, reklame, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di mana, Dedie menyebut pentingnya digitalisasi dan integrasi sistem untuk meningkatkan efisiensi dan pengawasan.
"Misalnya dari sektor perparkiran, yang tadinya manual bisa kita ubah menjadi sistem elektronik. Begitu juga dengan sistem pendapatan dari reklame yang saat ini masih sporadis, perlu konsolidasi dalam satu sistem monitoring. Ke depan, kita ingin punya sistem yang bisa memantau titik-titik reklame, terintegrasi dengan command center," paparnya.
Disinggung tingkat realisasi penerimaan PBB yang saat ini baru mencapai 60 persen, menurut Dedie, masih bisa ditingkatkan.
"Sisanya 40 persen bisa kita genjot lagi. Ini juga bisa menjadi prioritas untuk ditingkatkan potensi penerimaannya," tandas Dedie Rachim. (Cr2)