METROPOLITAN.ID - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayahnya pada periode Januari 2024 ada sebanyak 389 kejadian.
Di mana, dari 389 kejadian warga terjangkit DBD, sebanyak dua orang didapati meninggal dunia.
Kepala Dinkes Kota Bogor, Sri Nowo Retno mengatakan, saat ini kasus penyebaran DBD harus diwaspadai, mengingat jumlahnya mencapai 389 kasus pada periode Januari 2024.
Sedangkan jumlah penderita DBD pada tahun 2021 berjumlah 526 kasus, pada 2022 sebanyak 1.531 kasus, dan 2023 mencapai 1.474 kasus.
“Angka kematian berturut-turut sebanyak 7 kasus pada 2021, 9 kasus 2022 dan 9 kasus pada 2023,” kata Sri Nowo Retno baru-baru ini.
Menurut dia, angka kasus penderita DBD tertinggi tercatat terjadi pada medio 2022, sedangkan angka kasus meninggal dunia tertinggi terjadi pada dua tahun berturut-turut yakni 2022 dan 2023.
“Kalau melihat data, jumlah kasus DBD tahun 2023 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kasus DBD tahun 2022,” ucap Sri Nowo Retno.
Dijelaskan dia, terdapat lima kelurahan dengan peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan yang terjadi pada Januari 2024, yakni Kelurahan Curug Mekar sebanyak 23 kasus.
Kemudian, Kelurahan Baranangsiang sebanyak 17 kasus, Kelurahan Tegal Gundil, Mulyaharja dan Bubulak dengan jumlah kasus masing-masing sebanyak 15 kasus.
“Sedangkan jumlah kasus DBD bulan Februari pada 1-6 Februari sebanyak 92 kasus. Laporan kasus DBD terbanyak pada tanggal 3 Februari 2024 sebanyak 26 kasus, dengan dua kasus kematian pada awal tahun,” ungkap dia.
Untuk terus menekan angka penyebaran kasus DBD, Dinkes Kota Bogor saat ini sudah menerbitkan Surat Edaran Kesiapsiagaan Peningkatan Kasus DBD pada musim penghujan pada tanggal 20 Januari 2024.
Kemudian, meminta agar meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti sesuai Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dengan melaksanakan kegiatan pemberantasan nyamuk (PSN) secara mandiri satu minggu sekali.
“Pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti secara kimiawi dilakukan dengan melakukan kegiatan fogging atas indikasi, secara biologis dengan Biolarvasida (Bakteri Pemakan Jentik), dan secara fisika dengan PSN Aedes aegypti,” ungkap Sri Nowo Retno.
Kemudian, meningkatkan kecepatan diagnosis DBD dengan menggunakan NS-1 yang didistribusikan ke Puskesmas, penatalaksanaan penderita secara adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencegah kematian.
“Kami juga melakukan penguatan sistem surveilans untuk deteksi dini, pencegahan dan pengendalian kasus serta KLB DBD,” kata dia.