METROPOLITAN.ID - Mempunyai pengalaman hidup yang cukup pilu saat orang tuanya tergusur oleh para investor, membuat tekad Jenal Mutaqin semakin kuat untuk menjadi seorang politisi.
Hal itu menginisiasi Jenal Mutaqin mengusulkan pembuatan Peraturan Daerah atau Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) saat dirinya duduk dibangku parlemen.
"Dari situ bapak selalu mendesak saya untuk menjadi anggota dewan. Beliau sempat bilang coba pemerintah buat peratuan minimal ada kepasatian buat petani, kepastian hukum yang lahannya sedang dijadikan kegiatan pertanian," kata Jenal Mutaqin.
Peristiwa pilu itu terjadi saat orang tua Jenal Mutaqin yang merupakan petani digusur oleh investor. Lahan yang digarap oleh orang tuanya tiba-tiba dibangun sejumlah bangunan komersil tanpa menunggu musim panen selesai.
"Bapak saya itu menjabat sebagai RW pada 15 tahun lalu dan merupakan petani di tengah kota. Saat itu belum ada swalayan belum ada hero, BMC dan beberapa restauran. Sawahnya disekitaran itu," ucap Jenal Mutaqin.
"Karena kita pinjam lahan dan bukan sewa, dua minggu lagi mau pusim panen padi tiba tiba yang punya lahan datang dan menjual ke orang lain lalu dijadikan restoran dibangun hotel serta rumah sakit tanpa menunggu musim panen selessai," sambung dia.
Dengan kehadiran Perda LP2B tersebut, lanjut Jenal Mutaqin, selain untuk memberikan kepastian hukum kepada para petani, menjadikan Kota Bogor untuk menjadi wilayah resapan air.
Saat membuat regulasi tersebut, Jenal Mutaqin mengaku menghadapai banyak tantangan. Mulai dari orang-orang tak peduli dengan keberadaan Perda LP2B. Terlebih dari 900 hektare lahan pertanian pada 2009, kini hanya menyisakan 58 hektare saja.
"Desakan itu terus menerus, saya coba mencari aturan yang memang secara regulasi diatasnya ternyata saya temukan UU 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan," ungkap dia.
"Jadi kalau banjir jangan nyalahin siapa-siapa kita harus bekaca dulu. Kita melakukan apa dulu ada apa," ujar Jenal Mutaqin. (*)