METROPOLITAN.ID - Pemerintah Kota atau Pemkot Bogor menggelar apel pagi yang dikemas dengan kegiatan solidaritas bagi korban bencana di Sumatera.
Apel yang turut diikuti jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bogor itu berlangsung di halaman Plaza Balai Kota Bogor pada Senin, 8 Desember 2025.
Apel ini menjadi simbol kepedulian warga Kota Bogor terhadap saudara-saudara di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara, yang tengah menghadapi bencana besar dengan dampak kerusakan yang luas.
Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan, bahwa kegiatan ini mengusung tema Solidaritas Bogor untuk Sumatera.
Di mana, aksi ini merupakan langkah awal untuk menggugah empati dan meningkatkan partisipasi masyarakat Kota Bogor dalam membantu para korban.
"Kami prihatin dan ingin melakukan langkah kecil yang bisa dilakukan, terutama menggugah empati masyarakat untuk membangun kembali saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat," kata Dedie Rachim.
Dalam apel solidaritas ini, juga digelar doa bersama lintas agama yang dipimpin enam perwakilan agama. Dedie menuturkan bahwa doa bersama ini ditujukan untuk menguatkan para korban yang kehilangan harta benda hingga anggota keluarga.
"Kami ingin mengingatkan bahwa banyak saudara mereka di luar tiga provinsi tersebut yang peduli dan insya Allah siap membantu," ucapnya.
Penggalangan dana dilakukan melalui berbagai mekanisme, mulai dari QRIS hingga rekening resmi yang disediakan pemerintah. Selain bantuan uang, Pemkot Bogor juga memberangkatkan relawan dan mengirimkan tim khusus dari BPBD Kota Bogor untuk membantu proses penanganan kedaruratan di lokasi bencana.
Dedie Rachim mengungkapkan bahwa total bantuan resmi dari Pemkot Bogor mencapai sekitar Rp1 miliar. Sementara itu, bantuan yang dihimpun dari ASN dan Korpri mencapai sekitar Rp100 juta hingga Rp120 juta.
Ia menegaskan bahwa partisipasi dari ASN, lurah, camat, kepala dinas hingga masyarakat umum masih terus dibuka.
Namun, untuk sementara pemerintah hanya mengumpulkan bantuan dalam bentuk uang tunai karena akses distribusi barang ke lokasi bencana masih sangat terbatas.
"Mengirimkan mie instan atau pakaian saat ini biayanya bisa lebih mahal, dan kebutuhan utama mereka adalah listrik, air minum, dan pemulihan kehidupan," jelasnya.
Dedie juga menggambarkan betapa beratnya skala bencana yang terjadi. Dari 23 kabupaten/kota di Aceh, sekitar 10 daerah terdampak langsung. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Ia bahkan menilai skala bencana ini mungkin memerlukan pembentukan kembali badan khusus seperti BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) yang pernah dibentuk pemerintah pada masa lalu.
Terkait status siaga darurat bencana di Kota Bogor, Dedie menegaskan bahwa pemerintah harus terus mengantisipasi risiko bencana, terutama memasuki musim penghujan.
"Bencana pasti terjadi, tapi kita tidak tahu kapan. Karena itu mitigasi harus diperkuat. Masyarakat perlu tahu jalur evakuasi, nomor darurat, hingga pentingnya menyiapkan ransel darurat di setiap rumah," pungkasnya. (rez)