Senin, 22 Desember 2025

IPB University Gelar Satu Dekade Konferensi ICBB 2025, Bahas Masa Depan Energi Berkelanjutan Bareng Peneliti dari 7 Negara

- Selasa, 5 Agustus 2025 | 08:30 WIB
Momen kegiatan Konferensi ICBB ke-10 yang diselenggarakan IPB University.  (Reza Metropolitan)
Momen kegiatan Konferensi ICBB ke-10 yang diselenggarakan IPB University. (Reza Metropolitan)

METROPOLITAN.ID - IPB University bersama sejumlah peneliti Internasional menggelar International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) di IICC Mal Botani Square pada Senin, 4 Agustus 2025.

Adapun, penyelenggaraan forum yang sudah menginjak satu dekade ini mengusung tema 'Sustainable Solution for A Greener Future: Harnessing Biomass and Bioenergy', untuk membahas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biomassa dan bioenergi.

Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University, Meika Syahbana Rusli mengatakan, forum ini menjadi ajang penting bagi para pemangku kepentingan untuk mengevaluasi keberlanjutan implementasi biodiesel, mengkaji pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF), serta merumuskan strategi regulasi dan komersialisasi biofuel berkelanjutan di pasar domestik maupun internasional.

“Kami sebagai lembaga penelitian, tentu perlu berpartisipasi untuk mendukung program pemerintah dalam mendorong energi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Forum ICBB yang ke-10 ini mendapatkan dukungan dari Kementerian ESDM khususnya Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP),” kata Meika.

Menurut dia, sebagai salah satu produsen minyak sawit dan sumber daya biomassa terbesar di dunia, Indonesia telah mencatat pencapaian signifikan dalam implementasi biofuel, terutama melalui program mandatori biodiesel.

Program ini menunjukkan komitmen negara untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, meningkatkan keamanan energi, dan mencapai target NZE pada tahun 2060. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), program biodiesel (B35) telah membantu Indonesia mengurangi 34 juta ton CO₂ setara per tahun, memberikan dampak ekonomi positif bagi sektor kelapa sawit dan mata pencaharian pedesaan.

Meskipun telah mencapai prestasi domestik, Indonesia menghadapi tantangan dalam memperoleh pengakuan internasional terkait keberlanjutan biodieselnya. Pasar internasional terutama di Uni Eropa mengungkapkan kekhawatiran terkait kriteria keberlanjutan, termasuk perubahan penggunaan lahan tidak langsung, jejak rantai pasok, kehilangan keanekaragaman hayati, dan risiko deforestasi yang terkait dengan bahan baku berbasis minyak sawit.

“Untuk mengatasi hambatan ini dan membangun kepercayaan internasional, validasi ilmiah, sertifikasi yang dapat dilacak, dan verifikasi pihak ketiga sangatlah penting,” ucapnya.

Di sisi lain, sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia dan target NZE, terdapat urgensi yang semakin meningkat untuk mengembangkan dan mengomersialkan SAF. Minyak Goreng Bekas, distilat asam lemak kelapa sawit, dan kelapa non-standar kini diakui sebagai bahan baku menjanjikan untuk produksi SAF dan disetujui oleh The International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam kerangka CORSIA.

Namun, untuk mewujudkan potensinya, Indonesia harus mengatasi tantangan terkait standarisasi dan ketersediaan bahan baku, penelitian dan pengembangan, serta kesiapan komersialisasi.
Saat ini, SBRC IPB University juga tengah menjalin kerjasama dengan, Airbus Singapura untuk pemanfaatkan Biomass di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Divisi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Arfie Thahar, menginformasikan bahwa mereka memiliki tugas baru di tahun 2025, yaitu untuk meningkatkan dukungan pada produk bioenergi, tidak hanya terbatas pada kelapa sawit, tetapi juga termasuk kelapa dan kakao.

“Kelapa adalah sumber bioenergi yang sangat menjanjikan. Ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengembangkan campuran energi yang lebih bervariasi,” ungkap Arfie.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 2024 lalu, Indonesia telah sukses melakukan percobaan bioavtur dengan menggunakan inti sawit dengan campuran 2,4 persen yang berhasil diterapkan dalam penerbangan Garuda Indonesia.

“Di masa depan, kami juga berencana memanfaatkan kelapa sebagai bahan utama untuk bioavtur. Untuk pengujian ini, BPDP siap memberikan dukungan melalui program penelitian dan pendanaan,” tutupnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X