METROPOLITAN - Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) SMP negeri di Kota Bogor yang dimulai pertengahan Juni dengan sistem jalur zonasi, mulai disikapi sejumlah kepala sekolah. Menurut Kepala SMP Negeri 5 Kota Bogor, Warsadi, PPDB 2019 lebih besar menggunakan sistem zonasi. Sistem zonasi ini tidak mempertimbangkan nilai siswa, melainkan lebih kepada jarak domisili peserta didik.
“Jadi siapa pun yang memiliki jarak terdekat dengan sekolah dituju, maka dialah yang berhak masuk ke sekolah itu. Walaupun nilainya kecil sekalipun, mereka masih memiliki kesempatan besar untuk bisa mengenyam pendidikan di SMP negeri, dan itu konsekuensinya,” katanya.
Sistem zonasi murni itu, tutur Warsadi, persentasenya diterapkan lebih dari 55 persen. Kalaupun ada, untuk pertimbangan nilai hasil ujian hanya 2,5 persen, kemudian pertimbangan akademik dan nonakademik hanya 2,5 persen. “Sistem zonasi ini ibaratnya siapa dekat, dialah yang dapat,” ujarnya.
Warsadi mengatakan, banyak manfaat yang diperoleh dari sistem zonasi ini. Ke depannya, tidak akan ada lagi sekolah favorit unggulan yang diperebutkan para calon siswa. Dengan sistem zonasi, akan terjadi pemerataan kualitas siswa di sekolah. Kemudian posisi anak tidak harus jauh dengan sekolah, sehingga bisa mengurangi kemacetan. Apalagi dengan berjalan kaki pun siswa bisa sampai ke sekolah. “Jadi bisa lebih hemat, kurangi ongkos jalan,” katanya.
Namun ada masalah lain yakni jumlah SMP negeri di Kota Bogor hanya 20 sekolah. Letak antarsekolah satu dengan sekolah lain pun berjauhan. Misalnya di wilayah Kecamatan Tanahsareal, lokasi SMP Negeri 5 jaraknya sangat berjauhan dengan SMP Negeri 16 di Bogor Timur, SMP Negeri 3 jaraknya sangat berjauhan dengan SMP Negeri 18. Di Bogor Selatan, SMP Negeri 10 berjauhan dengan SMP Negeri 17. Di Bogor Barat, lokasi SMP Negeri 4 berjauhan dengan SMP Negeri 14. “Makanya diperlukan penambahan SMP negeri yang baru,” katanya.
Dibanding kota lain di Jabodetabek, lanjut Warsadi, Kota Bogor sangat tertinggal jauh. Misalnya dengan Bekasi. Kota Bogor hanya memiliki 20 SMP negeri, tetapi Bekasi memiliki 50 SMP negeri. Padahal lulusan SD di Kota Bogor yang akan masuk ke SMP jumlahnya tidak kurang dari 16.000 siswa. Sementara dengan 20 SMP negeri hanya bisa menampung sekitar 6.000 siswa. “Yang 10.000 siswa lagi mau ditampung di mana?” tanya Warsadi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kota Bogor harus memiliki 40 hingga 50 gedung SMP negeri. Tetapi itu tidak mudah dan tentunya akan membutuhkan waktu lama serta biaya besar. Karena keterbatasan daya tampung di SMP negeri, satu-satunya jalan harus masuk ke sekolah swasta. Namun demikian, kualitas SMP swastanya pun harus memiliki bobot pendidikannya yang lebih bagus sehingga bisa mengimbangi SMP negeri di Kota Bogor. “Banyak juga SMP swasta favorit yang berkualitas tapi biayanya sangat mahal, dan itu merupakan kendala besar bagi masyarakat kita,” ungkap Warsadi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fachrudin mendukung penambahan SMP negeri. Sebab, sekolah itu seharusnya semua berstatus sebagai sekolah negeri. “Karena keterbatasan kemampuan pemerintah, makanya untuk pembangunan sekolah negeri dibangun secara bertahap,” katanya. (ber/ar/els/run)