METROPOLITAN – Pengamat dan Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji, menilai, mayoritas guru di Indonesia masih gagap teknologi (gaptek). Hal itu diketahui atas ketidaksiapan mereka dengan memberikan tugas rumah tanpa ada interaksi dengan siswa saat menjalankan program belajar di rumah. ”Dengan kondisi sekarang baru ketahuan kan kalau guru-guru kita banyak yang gaptek. Mereka tidak siap dengan pembelajaran daring yang sebenarnya mudah kalau mereka paham,” kata Indra, kemarin. Tiga hari memantau perkembangan pembelajaran online, sambung Indra, guru-guru malah bingung mau mengerjakan apa. Walau sudah ada petunjuk teknis dari Kemendikbud, guru-guru ini tidak mengerti juga. Alhasil, mereka hanya memberikan tugas rumah tanpa ada interaksi dengan siswa. ”Pembelajaran daring itu ya harus ada interaksi siswa dan guru. Kalau cuma sekadar kasih tugas, tidak usah pakai sistem daring. Pembelajaran online tetap harus ada interaksi guru dan siswa. Jadi tidak dilepas siswanya kerjain tugas,” terangnya. Ia pun mengkritisi penggunaan dana Pendidikan Profesi Guru (PPG) triliunan rupiah yang dikucurkan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru. Ternyata dana triliunan rupiah itu mubazir, karena mayoritas guru di Indonesia masih gagap teknologi (gaptek). Padahal, secara regulasi sebenarnya konsep pembelajaran berbasis digital atau daring ini sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses. ”Melihat prinsip pembelajaran di atas harusnya guru-guru kita sudah siap menghadapi situasi belajar di rumah seperti sekarang. Apalagi, standar di atas sebagai bagian dari 8 pilar pendidikan Indonesia sudah diterbitkan sejak 2016,” terangnya. Menurutnya, ini sudah 4 tahun dan pemerintah telah mengeluarkan biaya triliunan rupiah melatih guru-guru, baik yang dilakukan Kemendikbud maupun melalui program PPG, agar bisa melakukan proses pembelajaran sesuai standar di atas. ”Program pelatihan guru yang memakan uang rakyat dengan jumlah besar, ternyata masih sebatas even, tak pernah terukur dan dievaluasi learning output atau hasil belajarnya. Ini sangat berbahaya dalam menyukseskan program pembangunan SDM unggul, di mana pendidik adalah ujung tombaknya,” tandasnya. (jp/rez/py)