Kabar baik datang dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, menyebut indeks kegemaran membaca di Indonesia terus menunjukkan tren kenaikan. Saat ini indeks kegemaran membaca di Indonesia pada 2020 berada di angka 55,74 poin atau kategori sedang. MELIHAT hasil-hasil sebelumnya terjadi peningkatan nilai indeks kegemaran membaca di Indonesia. Merujuk data Perpusnas, indeks kegemaran membaca di Indonesia pada 2016 tercatat 26,5 poin atau kategori rendah. Kemudian pada 2017 naik menjadi 36,48 poin dan masih kategori rendah. Lalu pada 2018 indeks kegemaran membaca di Indonesia kembali naik menjadi 52,92 poin. Dengan skor indeks itu, posisi kegemaran membaca di Indonesia masuk ke kategori sedang. Kemudian pada 2019 indeks kegemaran membaca kembali naik di angka 53,84 poin atau di posisi sedang. Untuk topik buku yang dibaca masyarakat Indonesia, paling banyak adalah keagamaan. Disusul topik sastra, kesenian, olahraga dan hiburan. Selanjutnya buku dengan topik teknologi dan ilmu terapan, komputer dan teknologi informasi, geografi dan sejarah, bahasa, ekonomi, biologi dan ilmu-ilmu murni. Pada 2020 rata-rata kegiatan membaca masyarakat Indonesia empat kali dalam sepekan, dengan durasi rata-rata 1 jam lebih 36 menit per hari. Untuk jumlah buku yang dibaca rata-rata dua buku per tiga bulan. Lebih lanjut Syarif mengatakan dari sisi hulu, sejumlah aspek perlu diperkuat. ’’Agar literasi masyarakat meningkat,’’ katanya, Rabu (3/2). Perpusnas mengidentifikasi sejumlah kondisi yang perlu diperkuat untuk meningkatkan literasi. Di antaranya seperti penguatan peran peran pemerintah, peran pengarah atau penulis supaya menulis buku sesuai kebutuhan masyarakat dan peran penerbit untuk menyiapkan buku. Lalu peran penerjemah atau penyadur mengalihbahasakan buku-buku berkualitas dunia. Lalu, perlu juga ada regulasi distribusi bahan bacaan sampai peningkatan anggaran belanja buku. Dia mengaku perlu melihat realitas di masyarakat. ’’Kalau kita hari ini bicara tentang program, apa yang kita lihat di persoalan lapangan (adalah, Red) faktanya memang gak ada buku yang tersebar di masyarakat,’’ jelasnya. Bahkan di sekolah dasar di daerah terpencil atau terluar, sangat terbatas bahan bacaan yang tersedia. Sebanyak 70 persen daerah terluar, tertinggal dan terdepan (3T) membutuhkan buku-buku cetak. Urusan literasi juga dibahas dalam rapat antara Komisi X DPR (membidangi pendidikan) bersama Perpusnas, Selasa (2/2). Wakil Ketua Komisi X DPR, Agustina Wilujeng Pramestuti, mengatakan, program literasi di Indonesia sudah baik. Namun dia menilai belum bisa mencapai apa yang dibutuhkan. Menurutnya, kegemaran membaca bisa dipicu melalui keteladanan. Dia pun mengusulkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) didorong menjadi teladan membaca minimal tiga buku setiap tahun. Buku yang dibaca itu di luar buku bacaan wajib sesuai bidang pekerjaannya.(jp/rez/py)