METROPOLITAN - SMP Bhakti Insani Kota Bogor dalam waktu dekat bakal menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Wacana ini diambil menyusul sekolah yang berlokasi di Jalan Batutulis itu mengaku sudah melengkapi segala persyaratan untuk menggelar belajar di kelas. Kepala SMP Bhakti Insani, Sri Sularsih, menuturkan, pihaknya sudah mempersiapkan diri sejak dini untuk kembali membuka sekolah tatap muka sebagaimana yang diperintahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). “Ïnsya Allah kami sangat siap jika sekolah tatap muka kembali dilaksanakan,” katanya. Menurut Sri, kesiapan SMP Bhakti Insani untuk membuka kembali sekolah tatap muka ini bukan sekadar angan-angan semata, melainkan sudah dibuktikan dengan mempersiapkan berbagai kebutuhan sesuai standar kesehatan yang ditetapkan pemerintah. “Ada 17 kelas yang sudah kami rancang sesuai protokol kesehatan. Jumlah meja belajarnya hanya 15 per kelas. Di setiap mejanya kami lengkapi dengan satu botol hand sanitizer dan satu masker yang terdiri dari satu masker scuba dan satu face shield master yang diberikan secara gratis kepada setiap siswa,” terangnya. Tak hanya itu, sambung Sri, pihaknya juga sudah menyiapkan 600 botol hand sanitizer dan 600 paket prokes lainnya untuk seluruh siswa. ”Kami juga membangun 17 tempat cuci tangan yang disimpan di depan kelas, sehingga para siswa akan mudah untuk mencuci tangan,” paparnya. Sementara itu, rencana dibukanya sekolah tatap muka di SMP Bhakti Insani ini nampaknya mendapat dukungan penuh dari orang tua murid. “Kami sudah melakukan survei kepada orang tua. Alhamdulillah lebih dari 75 persen orang tua setuju jika sekolah tatap muka kembali dibuka,” tegasnya. Rencana ini pun, tambah Sri, sudah disosialisasikan selain kepada orang tua, juga kepada Disdik Kota Bogor yang melakukan penilaian kinerja kepala SMP Bhakti Insani beberapa waktu lalu. “Alhamdulillah, responsnya positif,” terangnya. Meski begitu, Sri justru mengaku saat ini sedang mencari pola yang tepat dan efektif bagi perkembangan psikologi siswa saat menggelar PTM. “Sudah setahun anak-anak tidak melakukan pertemuan rutin dengan guru. Perubahan psikologis anak ini harus kita prioritaskan. Bagaimana karakteristik anak-anak harus kembali menjadi anak yang santun, ramah dan sopan, baik terhadap lingkungan sekolah maupun orang tua. Ini PR prioritas bagi kami dalam membentuk karakteristik anak pascapandemi,” pungkasnya. (ber/ar/rez/py)