METROPOLITAN - Tahun ajaran baru 2021/2022 akan dimulai 12 Juli 2021 dan memiliki opsi untuk melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Namun untuk wilayah yang menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sementara ini wajib melangsungkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Mengenai hal itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah serius menanggapi persoalan ini. Sebab, PJJ sendiri dinilai tidak efektif. “PJJ harus dianggap sesuatu yang serius dan saya mendorong supaya pempus dan pemda berkolaborasi intens,” jelasnya, Minggu (11/7). Menurutnya, apa yang dibutuhkan sekolah dan daerah itu harus didukung pemerintah lokal dan pemerintah pusat. Tidak bisa pemerintah pusat lepas tangan, meskipun memang pemda yang mempunyai kewenangan untuk menyukseskan PJJ. “Saya lihat koordinasi pusat ini hanya mengeluarkan kebijakan makro, kemudian implementasinya kalau tidak beres dilempar ke pemda (oleh pemerintah pusat). Pemda memang tugasnya sebagai implementator, tapi supervise, koordinasi dan bantuan dana itu pusat sangat berperan,” ujarnya. Selain itu, PJJ juga tidak harus dimaknai sebagai penggunaan teknologi saja, perlu inovasi seperti melakukan pertemuan dengan social distancing, memanfaatkan komunitas, lalu penggunaan sarana di luar teknologi. Ia menilai, dengan teknologi tidak semua bisa dijangkau. “Banyak masyarakat yang punya HP, tapi dipaksakan pakai internet itu lemot, tidak efektif juga untuk pembelajaran,” ujarnya. Kemudian kurikulumnya juga, para guru perlu memahami kondisi saat ini dan tidak memaksamakan penyelesaian capaian belajar di kurikulum normal. “Jadi setiap hari harus masuk dan kasih tugas setiap guru kasih tugas, sangat tertekan anak-anak itu. Menurut saya bisa satu penugasan dilakukan weekly, tidak setiap hari. Butuh koordinasi antar guru,” pungkasnya. (jp/feb/py)