METROPOLITAN - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan bahwa salah satu alasan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dilakukan adalah untuk mengurangi angka putus sekolah. Namun, kenyataannya itu tidak terjadi. Pasalnya, berdasarkan data Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek, angka putus sekolah di masa pandemi sangat minim. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zaenatul Haeri. “Kita juga melihat PTM Terbatas ini berdasarkan klaim keliru,” tuturnya dalam diskusi daring PTM Pertaruhkan Keselamatan Anak, Minggu (3/10). Jumlah putus sekolah di masa pandemi Covid-19 yakni pada 2019/2020 sebesar 157.166 orang yang terdiri dari 59.443 jenjang SD, 38.464 SMP, 26.864 SMA, 32.395 SMK. Kemudian tahun ajaran 2020/2021, angka putus sekolah hanya 4.916 anak, terdiri dari 2.790 SD, 976 SMP, 541 SMA, dan 609 SMK. “Di 2020/2021 ini paling kecil, hanya 4.916 siswa. Dengan demikian, klaim pemerintah selama pandemi ini terjadi putus sekolah itu terbantah,” terangnya. Dibandingkan angka putus sekolah di masa pandemi, jumlah terbesar berada pada tahun ajaran 2018/2019 dengan total 301.127. Mereka terdiri dari 57.426 jenjang SD, 85.545 SMP, 52.142 SMA, dan 106.014 SMK. “Angka ini menggambarkan bahwa sesungguhnya tidak terjadi angka putus sekolah yang signifikan selama pandemi ini,” jelasnya. Perihal tersebut, Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Anang Ristanto mengaku belum bisa memberikan jawaban atas hal tersebut. Sebab, pihaknya mendapatkan data detail tersebut. “Kami belum dapat update datanya. Kami cek datanya terlebih dahulu,” tandasnya. (jp/feb/run)