Minggu, 21 Desember 2025

KPAD Kota Depok Tolak Vonis Rudy Kurniawan 10 Tahun Penjara, Minta Hukuman Diperberat

- Rabu, 15 Oktober 2025 | 17:43 WIB
Suasana sidang vonis Rudy Kurniawan, anggota DPRD Kota Depok yang terlibat kasus pencabulan siswi SMP.  (Ali Metropolitan)
Suasana sidang vonis Rudy Kurniawan, anggota DPRD Kota Depok yang terlibat kasus pencabulan siswi SMP. (Ali Metropolitan)



METROPOLITAN.ID – Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Depok, Cendy menanggapi putusan atau vonis majelis hakim dalam perkara pencabulan siswi SMP dengan terdakwa anggota DPRD Kota Depok, Rudy Kurniawan.

‎Menurut Cendy, tidak ada ruang toleransi bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, terlebih jika pelakunya merupakan pejabat publik.

‎“Apalagi ini dilakukan oleh seorang pejabat negara. Tidak layak menjadi wakil rakyat, dan sudah sepatutnya dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.

‎Cendy menambahkan, KPAD Kota Depok kini fokus pada pemenuhan hak-hak korban, termasuk proses pemulihan trauma pascaperistiwa.

‎“Korban harus bisa melanjutkan hidupnya. Ia perlu mendapat kesempatan untuk pulih dan menjalani kehidupan yang layak,” ujarnya.

‎Menanggapi vonis hakim, Cendy berharap hukuman yang dijatuhkan bisa lebih berat. Menurutnya, vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban.

‎“Kami menilai putusan ini belum maksimal. Sikap kami jelas, pelaku kekerasan terhadap anak harus dijatuhi hukuman paling berat,” ungkapnya.

‎Ia menjelaskan, proses hukum kasus ini telah berlangsung dua tahun. Selama persidangan, Cendy menilai terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim yang kontradiktif.

‎“Fakta di persidangan menunjukkan korban merupakan anak dengan disabilitas intelektual dan termasuk kelompok rentan. Namun hal itu tidak menjadi dasar pemberatan hukuman,” katanya.

‎Sebagai pejabat publik, lanjut Cendy, seharusnya terdakwa mendapat hukuman yang diperberat sepertiga dari tuntutan jaksa.

‎“Tuntutan jaksa 13 tahun, tapi putusan hanya 10 tahun. Ini menunjukkan ada inkonsistensi dalam penerapan hukum,” ujarnya.

‎Cendy juga menyoroti ketiadaan aspek pemulihan korban dalam amar putusan. Padahal, majelis hakim dalam sidang menyebut korban mengalami depresi berat akibat peristiwa tersebut.

‎“Ironis, hakim mengakui kondisi psikologis korban, tetapi tidak ada satu pun poin dalam putusan yang mengatur langkah pemulihannya,” tuturnya.

‎Ia menegaskan, perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi perhatian utama dalam setiap perkara kekerasan seksual.

‎“Kami sangat menyayangkan putusan ini. Karena itu, kami mendorong jaksa untuk menempuh upaya banding demi keadilan bagi korban,” pungkasnya. (Ali)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X