METROPOLITAN.ID - IPB University resmi meluncurkan IPB Centre for Applied Research in Nature-based Solutions (I-CAN), sebagai hub untuk pengembangan riset dan inovasi multidisiplin yang didedikasikan untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mempercepat penerapan Nature-based Solutions (NbS) di indonesia.
Berada di bawah Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, I-CAN didirikan melalui kolaborasi dengan University of Waterloo, Kanada, dengan dukungan Proyek FINCAPES yang didanai oleh Global Affairs Canada.
I-CAN berkomitmen untuk mentransformasi ekonomi kehutanan Indonesia dengan mengubah paradigma praktik ekstraktif menuju pengelolaan lanskap produktif, berkeadilan, dan berketahanan iklim. Pusat ini bertujuan menjembatani kesenjangan antara penelitian ilmiah dan aksi di lapangan melalui data, pengembangan kerangka monitoring dan restorasi terpadu, serta pemberdayaan masyarakat.
I-CAN berpegang pada prinsip bahwa ilmu pengetahuan harus menjadi dasar kebijakan, dan masyarakat menjadi penggerak perubahan, sehirigga poterisi penuh NbS dapat terwujud berakar pada sains, dan digerakkan oleh masyarakat.
Peluncuran ini dihadiri oleh perwakilan kementerian dan lembaga, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), serta pimpinan IPB University.
Hadir pula perwakilan Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia sebagai mitra donor yang turut berperan penting dalam pendirian I-CAN.
Prof. Dodik Ridho Nurrochmat, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB University sekaligus Dewan Pengarah I-CAN, menekankan bahwa kunci mendasar pengelolaan lanskap berkelanjutan adalah NbS. Pendekatan ini secara menempatkan masyarakat sebagai pengelola dan penerima manfaat, sehingga pemulihan ekologi berjalan seiring dengan penguatan ketahanan sosial ekonomi.
"Program Perhutanan Sosial merupakan manifestasi nyata prinsip NbS karena memberikan akses kelola lahan kepada masyarakat dan petani. Karena itu, momentum saat ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat Perhutanan Sosial sebagai strategi nasional yang mendorong keberlanjutan, mitigasi iklim, dan ekonomi hijau, dalam mendukung ketahanan pangan," katanya usai peluncuran di IICC Mal Botani Square pada Rabu, 3 Desember 2025.
Sementara itu, Prayudi Syamsuri, Staf Ahli Menteri bidang Manajemen Konektivitas, Kementerian Koordinator Bidang Pangan RI mengungkapkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata bagi ketahanan pangan Indonesia, mulai dari penurunan produktivitas pertanian hingga risiko banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut.
Pemerintah menjalankan strategi komprehensif melalui pendekatan Water Energy Food
(WEF) Nexus, akselerasi pertanian cerdas iklim, penguatan program swasembada pangan,
hingga pemanfaatan energi terbarukan seperti agrivoltaics dan panel surya desa.
Menurutnya, data menunjukkan bahwa kinerja sektor pangan 2025 cukup kuat, namun adaptasi iklim tetap menjadi kunci keberlanjutan. Ketahanan pangan tidak hanya soal produksi, tetapi juga soal kemampuan kita beradaptasi, berinovasi, dan bersinergi lintas sektor untuk menjawab tantangan iklim.
Untuk itu, lembaga riset seperti I-CAN penting menghasilkan temuan-temuan yang teruji di lapangan untuk mendukung adaptasi, inovasi, dan sinergi lintas sektor demi menjawab tantangan iklim di masa depan.
Ditempat sama, Bill Duggan, Project Director FINCAPES- University of Waterloo, Kanada mengungkapkan bahwa FINCAPES hadir bukan hanya untuk membawa keahlian Kanada ke Indonesia, tetapi untuk membangun ruang belajar bersama.
"University of Waterloo berkomitmen pada riset iklim dan NbS kelas dunia. Dari Indonesia kami juga belajar bagaimana sains, komunitas, dan budaya dapat berpadu dalam mengelola lanskap. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa ketika dua negara berbagi pengetahuan dan keunggulan, kita dapat menciptakan solusi NbS yang kuat dan tahan lama," katanya.