Minggu, 21 Desember 2025

Depok Darurat Ekologi! Banjir Berulang Hajar Permukiman, DPRD Desak Pemkot Lakukan Tobat Lingkungan Menyeluruh

- Kamis, 4 Desember 2025 | 16:37 WIB
Sekertaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto.  (Agus Metropolitan)
Sekertaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto. (Agus Metropolitan)

METROPOLITAN.ID - Kota Depok tengah menghadapi krisis lingkungan yang memburuk. Banjir, genangan, dan kerusakan infrastruktur yang terjadi berulang kali dalam beberapa pekan terakhir, terutama saat cuaca ekstrem, memicu desakan keras dari legislatif.

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto mengeluarkan seruan tegas meminta Pemerintah Kota Depok harus segera melakukan 'Tobat Ekologi' dan merombak total tata kelola lingkungan dari hulu hingga hilir.

Seruan ini tidak hanya muncul dari kemarahan warga, tetapi juga selaras dengan arahan Ketua Umum DPP PKB yang mendorong daerah melakukan transformasi ekologis melalui kebijakan berkelanjutan.

“Ini bukan lagi alarm biasa, melainkan bukti nyata bahwa tata kelola lingkungan hidup di Depok membutuhkan perombakan besar,” tegas Siswanto di ruang Fraksi, Kamis 4 Desember 2025.

Puncak dari kekacauan lingkungan ini terlihat jelas di sejumlah titik. Hujan berintensitas tinggi yang melanda Depok dalam beberapa minggu terakhir memicu banjir besar, bahkan di kawasan perumahan formal.

Perumahan Permata Depok, salah satu lokasi "langganan" banjir, kembali terendam dengan ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. Siswanto menyoroti bahwa masalah di sini bukanlah hal baru, melainkan krisis yang diabaikan.

“Ini bukan banjir biasa. Perumahan Permata Depok dari dulu memang punya masalah klasik, tapi hingga hari ini belum ada penyelesaian fundamental. Keluhan warga sama: saluran air terputus, sedimentasi tebal, dan banyak gorong-gorong tidak tersambung,” ungkapnya.

Di saat bersamaan, laporan mengerikan datang dari Kampung Sawah, Kali Mulya, Cilodong, di mana turap di sisi jalan ambrol. Kerusakan fatal ini menghilangkan kendali aliran air, menyebabkan luapan langsung ke permukiman warga dan menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi longsor susulan.

“Begitu turap runtuh, jalur air langsung hilang kendali. Ini bukan sekadar genangan, tapi ancaman keselamatan warga. Hal seperti ini seharusnya bisa dicegah jika ada pemeliharaan rutin dan audit infrastruktur,” ujar Siswanto geram.

Siswanto menilai, rangkaian kerusakan beruntun ini adalah imbas langsung dari lemahnya perencanaan dan pengawasan infrastruktur pada periode sebelumnya. Ia menyebut banyak saluran air dibangun tanpa memperhatikan peta aliran, elevasi tanah, hingga volume limpasan air.

Sistem drainase di banyak wilayah justru saling memutus satu sama lain, alih-alih terintegrasi.

Kritik ini sudah berulang kali disampaikan Komisi D kepada pihak eksekutif, termasuk saat pembahasan Pansus RPJMD, di mana Komisi D mengkritik keras buruknya integrasi jaringan drainase Depok. Namun, upaya perbaikan yang dilakukan dianggap tidak signifikan untuk menghentikan siklus bencana tahunan ini.

Menyikapi perkiraan cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung hingga akhir Desember, Siswanto menuntut Dinas PUPR untuk bergerak cepat, responsif, dan tidak bekerja setengah-setengah.

“Penanganan tidak boleh tambal sulam. Ketika satu titik diperbaiki, titik lain terbengkalai. Ini tidak boleh terjadi lagi. Kota ini butuh kerja terstruktur, bukan kerja spontan,” tegasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X