METROPOLITAN.ID - Seorang pengusaha pengelola air di kawasan Leuwinanggung, Kota Depok, Siska menanggapi hasil temuan DPRD Kota Depok yang menyatakan tempat usahanya belum berizin.
Menurutnya, bahwa proses perizinan usahanya ke Kementerian sudah diurus oleh pihak PDAM Tirta Asasta Depok. Ia juga menyambut baik kedatangan wakil rakyat tersebut dan mengapresiasi perhatian mereka terhadap masyarakat.
Dirinya menjelaskan bahwa dalam kerja sama pemasangan instalasi pipa, investasi yang dikucurkan oleh PDAM mencapai 60 persen, sedangkan sisanya sebesar 40 persen berasal dari pihaknya.
Menariknya, Siska menegaskan bahwa air yang mereka jual 100 persen berasal dari PDAM dan tidak menggunakan air tanah. Ia bahkan berani bersumpah dan menjamin keaslian sumber air tersebut.
Pengakuan ini muncul di tengah maraknya aduan masyarakat Tapos mengenai pengeboran air ilegal, yang sebelumnya diselidiki oleh anggota DPRD Depok, Abdul Khoir.
"Setiap bulan kami dicek, selain mereka cek meteran, mereka juga lihat lokasi. Kami bisa pastikan tidak pakai air tanah untuk diperjualbelikan. Murni 100 persen air dari PDAM," jelas Siska.
Lebih lanjut, Siska mengungkapkan bahwa usahanya siap menjadi ujung tombak PDAM Tirta Asasta Kota Depok.
Ia juga menambahkan bahwa proses perizinan yang memakan waktu lama, termasuk penelitian untuk kementerian, sepenuhnya diurus oleh pihak PDAM.
"Perizinan kan lumayan lama, yang mengurus izinnya itu pihak PDAM dan kami pastikan tidak ada sumur bor dan kami siap diperiksa," pungkasnya.
Sebelumnya, Dibalik aktivitas tempat usaha pengeboran air tanah yang menuai sorotan di wilayah Kota Depok memunculkan fakta mengejutkan.
Terungkap, bahwa 6 tempat usaha pengeboran air tanah yang ada di Kota Depok dinyatakan ilegal alias tak berizin.
Hal itu terungkap saat Komisi C dan D DPRD Kota Depok melakukan sidak gabungan pada Sabtu, 2 Agustus 2025 kemarin.
Anggota Komisi C DPRD Kota Depok, Abdul Khoir menyebutkan bahwa dari enam titik yang disidak, lima di antaranya berada di wilayah Tapos, terutama di Kelurahan Leuwinanggung dan satu titik lainnya berada di Kecamatan Cilodong.
“Dari hasil sidak, mayoritas pengusaha belum memiliki izin,” tegas Abdul Khoir.
Lebih mengejutkan, dua titik pengeboran disebut-sebut menjalin kerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Tirta Asasta. Namun, menurut Abdul Khoir, kerja sama itu belum cukup untuk membuktikan legalitas formal.
“Mereka memang menggandeng PT Tirta Asasta, tapi belum ada kepastian legalitas yang utuh,” lanjutnya.
Distribusi air dari titik-titik pengeboran itu juga dinilai sangat masif. Berdasarkan informasi dari penjaga lokasi, setiap titik bisa mengisi 50 hingga 60 truk tangki per hari.
Jika dikalikan enam titik, maka jumlahnya bisa mencapai 300 rit per hari.
"Kalau satu rit mengangkut 8.000 liter, berarti ada sekitar 2.400 meter kubik air tanah yang keluar dari Tapos setiap hari,” jelas Abdul Khoir.
Sayangnya, potensi ekonomi sebesar ini tidak memberi kontribusi apapun terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok.
“Tidak ada retribusi, tidak ada pemasukan untuk kas daerah. Ini harus segera ditertibkan,” ujarnya tegas.
Ia juga berjanji akan segera memanggil para pengusaha terkait untuk dimintai keterangan dan mendorong pemerintah daerah agar memperketat pengawasan serta perizinan. (Ali)