METROPOLITAN.ID - Penanganan dugaan kasus kekerasan terhadap anak kembali menjadi sorotan di Kota Sukabumi. Seorang warga, Dudy Syahprialdi, melayangkan surat terbuka melalui media sosial yang ditujukan kepada DPRD Kota Sukabumi.
Dalam surat itu ia meminta Komisi III DPRD turun tangan menengahi kasus yang menimpa anaknya sejak 2022 silam.
Unggahan yang diposting Dudy pada 18 Agustus lalu viral dan menuai perhatian publik. Ia menyatakan keresahannya lantaran proses hukum yang berjalan sejak 2023 justru berhenti setelah Polres Sukabumi Kota menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Intinya saya ingin ada kejelasan terkait penanganan kasus kekerasan yang menimpa anak saya. Sampai sekarang kasus ini tidak jelas arahnya,” kata Dudy saat ditemui di tempat usahanya, Senin 25 Agustus 2025.
Menurutnya, banyak kejanggalan terjadi selama proses penyidikan. Ia bahkan menuding ada dokumen penting yang sengaja ditutup-tutupi oleh instansi terkait.
“Dalam mencari keadilan saya menemukan banyak kejanggalan. Ada surat-surat penting yang disembunyikan. Itu jelas menunjukkan penanganan yang tidak baik,” bebernya.
Sementara itu, Kuasa hukum korban, Hudi Yusuf memastikan langkah hukum tetap ditempuh. Ia menyatakan pihaknya telah bersurat ke Mabes Polri untuk meminta perlindungan hukum sekaligus mengajukan gelar perkara khusus.
“Kondisi terakhir, kami sudah mengajukan permohonan ke Mabes Polri. Bahkan sudah ada respon dari Irwasum Mabes Polri yang menyarankan kami menunggu tindak lanjut dari Polda Jawa Barat,” jelas Hudi.
Ia juga menilai terdapat kejanggalan dalam proses gelar perkara.
“Banyak saksi dari pihak kami yang tidak dilibatkan. Undangan yang diberikan mendadak, bahkan saksi ahli seperti dokter tidak dihadirkan. Gelar perkara seolah hanya melibatkan saksi tertentu yang cenderung berpihak pada terlapor,” ungkapnya.
Kasus dugaan kekerasan ini sempat mengemuka di publik pada tahun 2023. Anak Dudy disebut mengalami perlakuan kasar berulang kali di sekolah, mulai dari pemukulan, kepalanya dibenturkan, hingga dipaksa meminum obat pereda sakit yang diberikan guru.
“Peristiwa itu terjadi berulang kali dan dilakukan oleh orang yang sama. Anak saya mengalami trauma berat,” ujar Dudy.
Melalui surat terbuka yang ia layangkan ke DPRD, Dudy berharap kebenaran dapat terungkap dan pihak yang bertanggung jawab diproses sesuai hukum.
“Saya akan terus berjuang demi anak saya. Ini soal keadilan dan pemulihan mental anak yang sempat hancur karena peristiwa keji itu,” pungkasnya. (sz)