METROPOLITAN.ID - Pemerintah Kota atau Pemkot Sukabumi dinilai berpotensi digugat oleh aparatur sipil negara (ASN) jika benar melakukan pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) hingga 50 persen. Hal itu diungkapkan dosen sekaligus praktisi hukum Sukabumi, Dr. Padlilah.
Menurut Padlillah, kebijakan tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) karena TPP telah diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kebijakan Pemberian TPP Berbasis Kinerja bagi PNS di lingkungan Pemkot Sukabumi.
“Kalau benar ada pemotongan TPP tanpa dasar hukum baru, maka pengambil kebijakan berpotensi melanggar hukum,” tegasnya, Jumat 7 November 2025.
Ia menilai langkah hukum bisa ditempuh ASN melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), meskipun dirinya pesimis hal itu akan dilakukan. “Saya yakin tak ada ASN yang berani melawan kalau betul ada pemotongan,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kota Sukabumi, Andang Tjahjandi, membantah isu pemotongan TPP ASN tahun anggaran 2025. Ia menegaskan kabar tersebut tidak benar.
“Hoaks itu. Tidak ada instruksi pemotongan TPP ASN/PNS,” kata Andang yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Kamis (6/11/2025).
Andang menjelaskan, TPP ASN sudah dibayarkan penuh selama 12 bulan dan telah dianggarkan untuk pembayaran TPP ke-13 dan ke-14 sesuai kemampuan keuangan daerah.
“TPP adalah hak ASN yang diatur dalam Perwali Nomor 7 Tahun 2023 dan tidak bisa digunakan untuk kepentingan lain,” ujarnya.
Menanggapi isu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Andang menegaskan bahwa penyelesaian kerugian negara dilakukan melalui mekanisme restitusi oleh pihak yang bertanggung jawab, bukan dengan memotong TPP ASN.
Pernyataan Sekda ini berbeda dengan pernyataan Wali Kota Sukabumi, H. Ayep Zaki, pada Juli 2025.
Saat itu, Ayep mengakui adanya kebijakan pembayaran TPP sebesar 50 persen dengan alasan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah dan adanya catatan BPK atas keuangan daerah sebelum masa jabatannya.
“Potongan TPP itu dialihkan ke program yang lebih produktif, dan kebijakan tersebut disahkan pada 2024,” kata Ayep Zaki ketika itu. (um)