Dalam satu pekan di akhir Mei 2025, lebih dari 70 model mobil dilaporkan mendapatkan potongan harga signifikan. Di sisi konsumen, situasi ini tentu memberikan keuntungan tersendiri.
Namun, bagi para pelaku industri, strategi ini justru berpotensi membawa dampak destruktif.
Meski mampu mendongkrak volume penjualan dalam jangka pendek karena banyak calon pembeli tergiur harga murah, strategi perang harga ini justru menekan margin keuntungan perusahaan.
Data pada awal tahun 2025 menunjukkan bahwa margin rata-rata industri otomotif di China hanya mencapai sekitar 3,9 persen.
Situasi ini menempatkan banyak perusahaan dalam posisi sulit, dengan sejumlah produsen menghadapi tekanan keuangan akut hingga kesulitan membayar kewajiban terhadap pemasok dan investor.
Beberapa di antaranya bahkan menunda peluncuran produk baru dan memangkas rencana produksi.
Baca Juga: Heboh Kedekatan Anies Baswedan dengan Pramono Anung Usai Pilkada, Makin Hari Makin Mesra Aja..
Terkini, lebih dari sepertiga perusahaan otomotif yang tercatat di bursa saham China dilaporkan memiliki utang lebih besar daripada aset mereka.
Jika tidak ada langkah penyelamatan, kondisi ini bisa memicu gelombang kebangkrutan massal.
Pemerintah Tiongkok pun mulai mengambil langkah untuk mengendalikan kondisi, dengan mendorong produsen agar menghentikan praktik perang harga yang dianggap merugikan industri dalam jangka panjang.