METROPOLITAN.ID - Pasar otomotif di Tiongkok tengah menghadapi tekanan besar akibat persaingan harga yang semakin sengit.
Dalam beberapa bulan terakhir, fenomena penurunan harga yang agresif terjadi hampir setiap pekan, terutama pada segmen kendaraan listrik (EV) dan hybrid.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai keberlangsungan industri otomotif secara menyeluruh.
Baca Juga: Dedeuh Ka Lembur, Jadi Jurus Jitu Kota Bogor Menata dan Menjaga Lingkungan
Salah satu pemicu utama dari gejolak ini adalah kelebihan kapasitas produksi.
Banyak pabrikan berlomba-lomba memperbanyak produksi mobil, khususnya kendaraan listrik, demi memanfaatkan potensi pertumbuhan di sektor tersebut.
Sayangnya, peningkatan produksi tidak diiringi dengan lonjakan permintaan yang sepadan, sehingga stok menumpuk dan perusahaan pun terpaksa menurunkan harga untuk merangsang penjualan.
Lebih jauh lagi, industri EV di China sebelumnya menikmati sokongan penuh dari pemerintah, seperti subsidi dan keringanan pajak.
Dukungan ini membuka jalan bagi banyak perusahaan baru, termasuk startup, untuk masuk ke pasar. Namun, ketika insentif mulai dipangkas, persaingan pun menjadi semakin ketat.
Demi mempertahankan pangsa pasar, banyak produsen memilih memberikan diskon besar-besaran.
Baca Juga: 5 Pemain Argentina Yang Mencatatkan Debut Termuda bersama Tim Nasional
Beberapa produsen besar pun turut terjun langsung dalam persaingan harga ini, salah satunya BYD.
Sebagai salah satu pemain dominan di pasar EV China, BYD mengambil langkah pemotongan harga hingga mencapai 20–34 persen pada berbagai model andalannya.
Selain BYD, produsen besar lain seperti Geely, Leapmotor, Great Wall Motor, Changan, dan Xpeng juga mengikuti langkah serupa.