Selama 2025, pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan penuh atas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik, baik yang diproduksi dalam negeri maupun diimpor.
Selain itu, perpanjangan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) turut menjadikan harga EV semakin kompetitif di pasar.
Di samping insentif fiskal, pemerintah juga memaksimalkan potensi sumber daya nasional, terutama cadangan nikel yang terbesar di dunia untuk memperkuat rantai pasok industri baterai kendaraan listrik.
Sejumlah target ambisius pun telah ditetapkan, termasuk menjadi produsen baterai EV terbesar ketiga secara global pada 2027, memproduksi 600.000 unit kendaraan listrik dalam negeri, dan menargetkan 2 juta unit BEV beroperasi di jalan raya pada tahun 2030.
Meski demikian, laporan PwC juga mencatat adanya tekanan yang masih membayangi sektor otomotif secara umum.
Kebijakan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen sejak Januari 2025 berdampak pada naiknya harga mobil konvensional, sehingga memengaruhi kemampuan beli masyarakat.
Ditambah lagi, tingginya suku bunga serta kondisi ekonomi yang belum stabil turut menjadi tantangan tersendiri.
Baca Juga: Dishub Serahkan Penindakan Truk Tambang Nakal ke Polisi, Polres Bogor: Dilakukan Bertahap
Dalam dua tahun terakhir, penjualan kendaraan ringan mengalami tren penurunan, terutama akibat pergeseran perilaku konsumen yang kini cenderung lebih selektif dan mencari pilihan yang lebih hemat energi.
Meski begitu, prospek kendaraan listrik tetap cerah, berkat masuknya investasi asing, dukungan kebijakan pemerintah.
Serta pembangunan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya yang terus berkembang di kota-kota besar.