Suatu hari aku dikenalkan oleh temanku pada seorang cowok bernama Yoga. Entah kenapa pertama melihatnya hatiku langsung tertarik, tapi nggak mungkin juga aku duluan mengungkapkan rasa itu. Hampir tiap hari kami bertemu. Meskipun belum resmi pacaran, karena kehadiran Yoga diriku sudah mulai melupakan kenangan buruk pernah terjadi. Hatiku sangat berharap suatu ketika Yoga mengungkap perasaannya padaku, tapi tidak tahu kapan akan terjadi.
Keinginanku pun terwujud, Dua minggu kemudian Yoga mengungkapkan perasaannya padaku. Pucuk dicinta ulam tiba. Dengan senang hati akupun menerima cintanya, karena memang itulah harapan hati ku. Kami menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan. “Tidak ada lagi yang kupikirkan saat ini selain kerja dan kamu Vit” kata-kata bijak tersebut seringkali diucapkan Yoga padaku
Tiga bulan menjalin hubungan denganku, Yoga mulai menunjukkan keseriusannya. Dia memperkenalkanku pada kedua orang tuanya. Yoga juga ingin menemui kedua orang tuaku untuk melamar. Tapi diriku belum bisa memastikan kapan waktunya karena papa belum pulang dari Medan. Tapi mama sudah aku kasih tahu tentang hubunganku dengan Yoga bahwa kami akan segera menikah.
Mamaku sebenarnya masih ragu pada keputusanku untuk menikah karena sudah sering kali merencanakan hal begini sebelumnya, tapi selalu gagal! Aku berharap kali ini rencana pernikahanku tidak gagal lagi karena hatiku begitu mencintai Yoga, begitupun Yoga. Dia juga sangat mencintaiku. Aku berjanji tak akan membuka hatiku untuk orang lain. Karena hanya Yoga ada dalam pikiran juga perasaanku saat ini. Akupun juga sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan kami nanti, mulai dari tempat tidur, gaun pengantin semuanya sudah ku pesan.
Yoga segalanya dan takkan pernah tergantikan. Kata-kata itu sering kali ku ucapkan pada teman-temanku. Namun anehnya, kenapa temanku malah mengejek? Terutama Siska. Sudahlah! Aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Toh, yang penting kami saling mencintai. Suatu hari, ketika pulang kerja, aku kaget melihat mantan pacar berdiri di depan kosku. Aku tidak mempedulikannya. Tapi ketika hendak masuk ke kos dia menahan lalu meminta maaf padaku. Dia menyesali semua yang telah dilakukannya padaku “nggak ada yang perlu disesali, semua sudah berlalu, jadi biarlah berlalu! Aku sudah memaafkan abang, tapi untuk kembali aku nggak bisa! Bentar lagi aku akan menikah bang” ucapku sambil meninggalkannya.