Sebut saja namaku L. Aku pria berusia 23 tahun. Sekarang aku sedang galau karena harus mengikuti perjodohan oleh orang tuaku. Padahal aku sudah memiliki pacar dan harus bertanggung jawab atas kehamilan pacarku.
SUDAH lama aku hidup merantau jauh dari orang tua. Selama merantau aku mendapatkan pekerjaan yang cukup menjanjikan di Tangerang sebagai ahli gigi. Dalam menjalani hari-hari ini, aku jatuh hati dengan seorang wanita asal Tangerang. Kami pun menjalin hubungan cukup lama. Desakan untuk menikah datang dari keluarga saya. Namun mereka tidak merestui hubungan saya dengan pacar saya. Saya diminta kembali ke kampung halaman untuk menikah dengan wanita pilihan mereka.
Orang tuaku melihat aku sudah mapan dan memiliki penghasilan sendiri. Mereka ingin menginginkan anak laki-lakinya tersebut segera menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Aku merespons perintah orang tuaku. Namun aku juga mengaku sudah memiliki wanita yang telah menjadi pacarnya. Akan tetapi mereka justru menjodohkan L dengan wanita di kampung halaman. Saya juga tidak mungkin melawan orangtua saya dan akhirnya saya menuruti permintaan orangtua saya untuk menjodohkan saya dengan wanita pilihannya.
Saya pulang ke Jember.Saya mengetahui bahwa tidak mungkin sebagai anak melawan orang tua. Sebagai anak aku juga sadar bahwa dia harus berbakti kepada orangtuanya dan salah satu dari bentuk berbaktinya adalah dengan menuruti keinginan dari orang tuanya untuk menjodohkannya dengan wanita yang ada di Jember.
Namun masalah datang saat pacar saya menyusul ke Jember sehari sebelum saya melangsungkan prosesi ijab qabul. Saya bingung, saya akan melangsungkan pernikahan sedangkan pacar saya datang bersama dengan keluarganya dan mengatakan bahwa dia hamil. Saya tidak ingin menyakiti hati orang tua saya, tapi saya tidak bisa menyangkal kenyataan yang ada. Kini saya berada dalam kegalauan. Saya tidak mungkin melawan perintah ayah dan ibu yang telah membesarkannya, namun di sisi lain sebagai pria harus bertanggungjawab akan perbuatan yang telah dilakukannya.
(bri/els)