METROPOLITAN - Sebut saja namaku Karin. Kakakku Nor dinyatakan koma karena mengidap kanker rahim stadium empat. Permintaan terakhir Nor pun tak bisa aku tolak. Ia ingin aku menikahi suaminya. Namun di saat prosesi ijab kabul, kakak tertuaku itu meninggal dunia. AKU harus menikah dengan suami kakakku agar lima anak mereka dapat diasuh setelah kepergian ibu kandung mereka. Sebelum aku mengabulkan keinginannya, kakaku sudah tak sadarkan diri selama beberapa minggu. Aku memang sudah mengasuh anak-anak kakakku selama dia sakit. Kakak memang sudah mengidap penyakit sejak beberapa tahun lalu. Keluarga kami memang punya keturunan kanker, aku juga pernah dioperasi, sekarang sudah tidak ada apa-apa lagi, Aku terpaksa menerima permintaan kakak karena itu merupakan permintaan terakhirnya. Dia meminta agar aku menikah dengan suaminya jika dia meninggal dunia. Awalnya, aku memang menolak permintaan sang kakak. Itu karena aku masih berusia 20 tahun. Tapi apalah daya, aku tak sanggup melihat wajah kakak. Belum lagi, aku melihat kondisi anak-anak yang juga keponakanku yang masih berusia dini. Anak pertama kakakku berusia sembilan tahun dan si bungsu baru beberapa bulan. Kelima anak mereka merupakan perempuan. Kakak memang menikah di usia yang cukup tua. Makanya saat sudah tua, anak-anaknya masih sangat kecil. Sampai akhirnya, aku menyetujui permintaan Nor. Aku dan suami kakak menikah di rumah sakit, di mana istriku dirawat. Suasana ijab kabul pagi itu sangat menyentuh hati. Calon suamiku mengucapkan ijab kabul di depan kakak yang sedang koma. Tak sampai satu jam setelah kami dinyatakan sah sebagai suami istri, kakak tutup usia. Saat ini aku bekerja sebagai guru. Sementara, suamiku merupakan tentara angkatan laut. Selang satu tahun dari pernikahan itu, suamiku meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Sampai dua tahun berlalu, aku belum memikirkan untuk menikah lagi. Aku hanya memikirkan untuk merawat kelima anak tirinya. Meski hidup menjanda, aku yakin rezeki yang didapat sangat melimpah ruah.