Perjodohan. Sebuah kata yang menjadi momok bagi sebagian orang. Meski zaman terus berubah, teknologi makin canggih, sepertinya belum mampu mengubah cara berpikir orang tua yang memiliki anak gadis. Itulah yang aku rasakan.
NAMAKU AS usia 23 tahun. Gadis pujaan hatinya, IM (22) punya latar belakang keluarga yang masih kental dengan tradisi perjodohan. Bisa dibilang IM adalah cinta pertama bagiku. Lewat perkenalan oleh sepupu IM, NG (24), saat kami masih berseragam putih abu-abu. Saat SMA itulah rasa cinta mulai bersemi dihatiku. Semenjak itu, selama dua tahun kami sering menghabiskan waktu bersama. Kami melakukan hal-hal sederhana layaknya sepasang kekasih seperti makan dan nonton film. Tapi kami tak pernah berpacaran, karena IM yang memang tak mengenal istilah pacaran dalam kamus hidupnya.
Selain itu, dalam tradisi yang diyakini keluarga IM memang tidak membolehkan istilah pacaran. Aku pun lebih memilih memendam perasaan saja. Hingga pada akhirnya pada 2012, IM harus kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bekasi. Ini menjadi awal dari kerenganggan hubungan kami. Komunikasi menjadi semakin sulit, kesibukan IM di perkuliahan membuat hubungan mereka makin rumit. Awalnya, ini jadi kegalauan tersendiri bagiku yang harus jauh dari IM sehingga tidak bisa menghabiskan waktu sesering saat masih sama-sama dekat, dulu. Dari situ, aku mulai membuka hati dan mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain sampai dua kali. Sayangnya, sosok IM masih saja sulit dilupakan dan tak tergantikan.
Ingatan tentang IM yang tak pernah hilang seolah makin memperparah kerinduan yang aku rasakan. Hingga akhirnya Tuhan mengobati kerinduanku pada IM lewat sebuah pertemuan lagi di awal tahun 2015. Saat itu IM kembali pulang ke kampung setelah menyelesaikan kuliahnya. Tak dapat dihindari, kami menjadi sering berkomunikasi dan semakin dekat hari demi hari.
Akan tetapi, ketika Ayah IM meninggal bulan September 2015 lalu, hubungan kami seolah kembali diuji. Sejak Ayah IM meninggal, aku jadi makin sering berkunjung ke rumah IM dan membawakan makanan, terlebih saat acara tahlilan. Lewat pertanyaan yang bertubi dari kakak IM untuk mengetahui maksud kedatangannya, aku pun mengungkapkan isi hatiku pada IM yang selama ini terpendam.