Minggu, 21 Desember 2025

Meski Dia Sudah Dijodohkan, Aku Akan Memperjuangkannya

- Senin, 22 Mei 2017 | 08:57 WIB

Perjodohan. Sebuah kata yang menjadi momok bagi sebagian orang. Meski zaman terus berubah, teknologi makin canggih, sepertinya belum mampu mengubah cara berpikir orang tua yang memiliki anak gadis. Itulah yang aku rasakan.

NAMAKU AS usia 23 tahun. Gadis pu­jaan hatinya, IM (22) punya latar belakang keluarga yang masih kental dengan tra­disi perjodohan. Bisa dibilang IM adalah cinta pertama bagiku. Lewat perkenalan oleh sepupu IM, NG (24), saat kami masih berseragam putih abu-abu. Saat SMA itu­lah rasa cinta mulai bersemi dihatiku. Se­menjak itu, selama dua tahun kami sering menghabiskan waktu bersama. Kami mela­kukan hal-hal sederhana layaknya sepasang kekasih seperti makan dan nonton film. Tapi kami tak pernah berpacaran, karena IM yang memang tak mengenal istilah pacaran dalam kamus hidupnya.

Selain itu, dalam tradisi yang diyakini keluarga IM memang tidak membolehkan istilah pacaran. Aku pun lebih memilih me­mendam perasaan saja. Hingga pada akhir­nya pada 2012, IM harus kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bekasi. Ini men­jadi awal dari kerenganggan hubungan kami. Komunikasi menjadi semakin sulit, kesibukan IM di perkuliahan membuat hubungan mereka makin rumit. Awalnya, ini jadi kegalauan tersendiri bagiku yang harus jauh dari IM sehingga tidak bisa menghabiskan waktu sesering saat masih sama-sama dekat, dulu. Dari situ, aku mu­lai membuka hati dan mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain sampai dua kali. Sayangnya, sosok IM masih saja sulit dilupakan dan tak tergantikan.

Ingatan tentang IM yang tak pernah hilang seolah makin memperparah kerinduan yang aku rasakan. Hingga akhirnya Tuhan mengobati kerinduanku pada IM lewat sebuah pertemuan lagi di awal tahun 2015. Saat itu IM kembali pulang ke kampung setelah menyelesaikan kuliahnya. Tak dapat dihindari, kami menjadi sering berkomu­nikasi dan semakin dekat hari demi hari.

Akan tetapi, ketika Ayah IM meninggal bulan September 2015 lalu, hubungan kami seolah kembali diuji. Sejak Ayah IM meninggal, aku jadi makin sering berkun­jung ke rumah IM dan membawakan ma­kanan, terlebih saat acara tahlilan. Lewat pertanyaan yang bertubi dari kakak IM untuk mengetahui maksud kedatangannya, aku pun mengungkapkan isi hatiku pada IM yang selama ini terpendam.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB
X