Senin, 22 Desember 2025

Hidup Merana tapi Aku Pertahankan Agama Pilihanku

- Selasa, 13 Juni 2017 | 09:50 WIB

Aku berharap perusahaan papa masih memberi gaji dan itu memang uang hasil kerjaku. Tapi diakhir bulan aku tidak memperoleh sepeserpun. Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah diperintahkan untuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar-benar melakukan cara apapun agar aku menderita dan menyerah.

Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papa. Aku tinggalkan perusahaan itu selama-lamanya. Saat aku adukan hal ini ke mas Fariz dia amat sangat sedih dan meminta maaf padaku, karena gara-gara dia hidupku menderita. Dia rela andai aku tidak kuat dan mengubah keputusan. Aku peluk dia dan aku pastikan keputusanku tidak akan berubah. Aku pun semakin ingin bisa hidup bersama dia.

Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinang air mata, dia sekali lagi menanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku, apakah aku rela menjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu juga aku cium tangannya dan aku katakan, aku korbankan seluruh kehidupanku hanya untuk bisa hidup bersamanya dan tidak akan mudur ataupun menyesalinya, apapun yang terjadi aku akan menghadapi dengan ikhlas lahir dan batin.

Singkat cerita, dengan diantar mas Fariz aku mengucapkan dua kalimah syahadat di sebuah masjid di kota kami, disaksikan imam dan beberapa jamaah masjid tersebut. Akhirnya penantian panjangku tercapai sudah, walau harus mengorbankan kehidupanku. Tapi aku tak pernah menyesali. Dia mengajakku segera menikah di kota kelahirannya, karena kebetulan perusahaan tempat dia bekerja akan memindahkan dia ke pulau Jawa.

Sebelum menikah, kami berdua mendatangi rumah papa dan mama, kami akan mohon restu baik-baik pada mereka. Tetapi satpam yang berjaga di pintu gerbang mengatakan kalau dia diperintahkan tidak membuka pintu bila kami berdua datang. Sebenarnya bapak satpam tersebut bersedia membuka pintu karena dia masih mengenalku. Tetapi aku melarangnya, karena khawatir akan mencelakakan pekerjaan dia. Biarlah cukup aku saja yang menderita, aku tidak ingin orang lain ikut terkena akibatnya. Aku tinggalkan secarik surat yang isinya memohon doa restu dari mama papa bahwa aku akan menikah dengan mas Fariz, juga aku katakan kalau aku sudah jadi muslimah. Aku bisa melihat mata bapak satpam itu berkaca-kaca sewaktu aku katakan aku sudah jadi mualaf.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB
X