Dengan latar belakang keluargaku, aku sudah menyakiti istriku. Aku besar tanpa ayah sehingga menjadi pria yang tidak punya perasaan.
SUATU waktu aku berani membawa selingkuhan ke rumah. Salah seorang selingkuhan lainnya memberitahu istriku bahwa aku tengah bersama seorang wanita. Istriku pun menghampiri. Bahkan dia rela aku menikahi selingkuhannya. Untuk menenangkan keadaan, aku ajak istriku pulang ke rumah. Tiba di rumah, aku seperti telah dibutakan oleh cinta sesaat dengan selingkuhanku. Aku sudah kalut dan menceraikan istri. Istriku sempat tak percaya karena dia sebenarnya sudah mengorbankan banyak hal untuk mempertahankan rumah tangganya, termasuk perasaan dan harga diri.
Tapi dia menanggapi serius pernyataan cerai itu. Istri saya mengemas barang-barang milik dia dan anaknya. Aku pun kembali memohon kalau pernyataan itu tidak sungguhan. Aku meminta maaf dan bilang kalau aku menyayanginya. Aku juga cuma bisa bilang saya nyesal. Tapi itulah perbuatan-perbuatan saya. Saya takut, sampai saat ini pun saya masih takut, saya takut anak saya mengalami seperti apa yang saya lakukan pada orang lain.
Aku sungguh beruntung memiliki istri seperti Ita yang begitu berbesar hati menerima permintaan maafnya yang kesekian kalinya. Tapi badai belum selesai menerpa rumah tangga kami. Perusahaan tempat aku bekerja gulung tikar karena krisis. Aku pun dirumahkan. Tanpa pekerjaan dan uang, aku pun putus dengan wanita-wanita selingkuhan. Saat itu juga aku mulai memperhatikan istri dan anaka yang masih tetap rajin beribadah. Di situlah muncul sebuah kegalauan di hatinya.
Timbul dalam benak saya, harusnya saya jadi sosok ayah yang baik. Harusnya saya menjadi nahkoda yang baik. Tapi saat itu bukan saya yang jadi nahkoda, tapi saya yang jadi anak buah. Saya lihat anak saya antusias dan suka beribadah. Kenapa saya ngga? Di situ saya merasa malu, merasa tertuduh terhadap diri saya sendiri.
Melihat ketekunan istri dan anaknya, akhirnya aku memutuskan untuk membuat sebuah langkah yang akan mengubah hidupnya. Aku jadi rajin beribadah. Perlahan-lahan, kepercayaan istriku kembali lagi. Rumah tangga kami pun menjalani babak baru. Saya bisa berubah seperti ini itu karena kuasa Tuhan.