Suamiku memberinya uang. Tapi Riri berbohong, uang itu rupanya dipakai untuk foya-foya, jalan bersama pacarnya. Ia bilang ke suamiku obatnya nggak manjur. Riri kemudian minta uang lagi sebesar Rp2,5 juta, kata temannya ada obat yang sangat manjur. Entah uangnya untuk apalagi, kenyataannya hamilnya tak gugur juga.
Akhirnya mereka berdua sepakat merawat bayi dalam rahim Riri. Riri lalu menggunakan kesempatan itu untuk ’morotin’ suamiku. Setiap ada kesempatan, Riri meminta suamiku untuk mengunjunginya dengan alasan bayi yang ada dalam perutnya. Setiap mengunjunginya, Riri meminta uang pada suamiku. Riri pun mengenalkan suamiku pada teman-temannya sebagai pacarnya. Pintarnya, suamiku menyembunyikan masalahnya dariku hingga berbulan-bulan. Walaupun di dalam hatiku juga merasakan kehampaan. Karena aku sedang mengumpulkan uang untuk rencana bayi tabung, jadi aku kurang peka terhadap suamiku.
Berawal dari uang arisan Rp13 juta yang tidak diberikan kepadaku, aku pun mendesak menanyakan keberadaan uang itu. Dari situ lah suamiku membuka rahasia yang sudah 7 bulan dia simpan sendiri. Dia pun menceritakan semuanya kepadaku. Betapa hancurnya hatiku. Suamiku menghamili orang yang tidak aku suka. Aku menangis sejadi-jadinya. Suamiku hanya bisa minta maaf.
Suamiku bilang walau aku meninggalkannya dia tak akan pernah menikahi Riri. Sampai saat itu suamiku merasa anak yang dikandung Riri bukan anaknya. Sebagai perempuan, hatiku sakit suamiku bisa menghamili perempuan lain tapi padaku justru tidak bisa. Aku mendesak suamiku untuk membuktikan kalau anak yang dikandung Riri bukan anaknya. Aku bilang pada suamiku, jika Riri mau mengaku anak yang dikandung bukan darah daging suamiku aku mau mengadopsinya. Aku mau membiayai seluruh kebutuhannya.
Karena Riri sudah meminta kos sendiri dengan alasan perutnya sudah membesar takut orang tua tahu. Sebab, sejauh ini orang tua Riri tidak mengetahui kondisi anaknya. Beberapa hari kemudian suamiku mendesak Riri agar jujur anak siapa yang di kandungnya, dengan mengancamnya tidak mau mengurusnya lagi. Akhirnya Riri mengaku anaknya bukan anak suamiku. Riri pun dibawa ke hadapanku.
Kepadaku, Riri mengakui kalau anaknya bukan anak suamiku. Aku lega mendengarnya, aku pun bilang pada Riri aku mau merawat anaknya dan membiayai seluruh kebutuhannya. Saat itu hatiku tidak lagi sesakit dulu. Dua hari kemudian, Riri aku bawa ke rumah sakit untuk melakukan USG dan pemeriksaan terhadap bayi, aku hanya ingin melihat bayinya apakah sempurna. Karena bayi itu pernah akan digugurkan.
Betapa terkejutnya suamiku setelah mengetahui bahwa Riri hamilnya sudah menginjak usia 8,5 bulan. Karena suamiku mengaku mengenal Riri belum selama itu. Kepada suamiku, Riri bilang hamilnya baru jalan 7 bulan.
Suamiku teramat sangat kaget karna usia kehamilan Riri dan jenis kelaminnya perempuan. Dulu Riri bilang anaknya cowok ketika dia minta uang untuk USG. Ketika itu Riri menolak diantar suamiku. Suamiku syok, depresi karena merasa ditipu, diporoti dan dikhianati. Suamiku minta penjelasan terhadap Riri, tapi Riri tak mau menjelaskan dengan alasan sedang hamil tua. Katanya semua akan dijelaskan setelah melahirkan nanti. Suamiku pun menyetujuinya.(Bersambung)