Akhirnya saat kandunganku delapan bulan suamiku dan wanita itu menikah dengan saksi, aku dan anakku yang berumur 2 tahun setengah tanpa setitik air mata keluar untuknya.
Aku hamparkan segalanya demi sayangku, demi kasihku yang tak sanggup melihat dia bergelimang dosa dan zina. Sebelum hari pernikahan suamiku, hanya Allah yang tahu betapa hancurnya hatiku. Saat bayi dalam kandunganku menendang-nendang perutku, hanya satu yang aku inginkan saat dia melafazkan nikah hanya satu yaitu keadilan. Namun sayang, suamiku telah menyia-nyiakan aku.
Saat malam pertama suamiku bersama istri barunya yang kamarnya bersebelahan dengan kamarku (kami tinggal serumah), sepanjang malam aku menangis sambil memeluk erat anakku. Aku tak mampu Ya Allah, berikan hamba kekuatan. Justru, malam itu juga aku bangkit dan salat istikharah untuk meminta petunjuk.
Keesokan harinya aku bangun seperti biasa, berpura-pura tersenyum walaupun mereka melihat mataku sembab. Senyuman dan lirikan maduku, seakan-akan tidak sadar bahwa ia berbahagia dengan kehancuranku. Hari demi hari berlalu, aku semakin sulit dan semakin menunggu hari aku untuk diperlakukan seolah-olah sebagai pembantu rumah.
Jika tiba ”giliran” aku untuk suami tidur di ranjangku, suamiku gelisah ingin ke kamar sebelah. Untuk pengetahuan pembaca, aku tak pernah bertegur sapa dengan maduku. Walau bagaimanapun mulia seorang hati wanita, aku tak sanggup memandang wajah orang yang tidur bersama suamiku.
Maduku juga tak pernah mau berbicara denganku. Aku sadar aku cuma seorang wanita miskin dan mungkin sudah tak ada arti lagi di mata suami. Puncaknya, aku benar-benar tak tahan dengan perangai suamiku yang tak pernah melayani batinku dan jiwaku. Perasaanku seolah-olah diabaikan.Melihat aku menangis, mereka menganggapku seolah-olah benda yang tak berguna. Mereka malah tertawa dan bersenda gurau di depanku, seakan-akan aku ini bukan istrinya juga.
Saat berbicara denganku, seolah-olah suamiku merasa jijik. Perlahan-lahan uang nafkah diberikan padaku seakan-akan tidak cukup. Fungsi aku di rumah sekadar melakukan tugas pembantu rumah. Aku semakin jauh dari suamiku. Aku sadar aku cuma perusak kebahagiaan mereka, untuk apalagi aku bertahan?
Aku sekarang sudah tidak diperlukan suamiku lagi. Aku sudah tidak memberi arti bagi suamiku. Ia lebih bahagia jika tak ada aku yang menyusahkan hidupnya. Akhirnya aku membuat keputusan untuk pergi meninggalkan semua ini. Selamat tinggal suamiku.
Biarkan aku, anakmu serta calon bayi yang kau benihkan di rahimku hidup bersama. Walau kami hidup susah, takkan kuabaikan anak-anakku ini. Akhirnya anakku dilahirkan dan telah diberi nama Annaz Naufal. Aku pun telah diceraikan talak 1, itu pun melalui SMS saat aku baru pergi ke luar rumah.Alasan aku diceraikan karena aku dianggap sebagai istri yang tak berguna. Aku kembali ke pangkuan keluargaku dan bekerja di pabrik perabot rumah tangga di ujung kampung. Alhamdulillah aku mampu menghidupi kedua anakku.(bersambung)