Senin, 22 Desember 2025

Aku Dimadu kemudian Dibuang! (2)

- Rabu, 4 September 2019 | 10:35 WIB

Akhirnya saat kandunganku delapan bulan suamiku dan wanita itu menikah dengan saksi, aku dan anakku yang berumur 2 tahun setengah tanpa setitik air mata keluar untuknya.

Aku hamparkan segalanya demi sayangku, demi kasihku yang tak sang­gup melihat dia bergelimang dosa dan zina. Sebelum hari pernikahan suamiku, hanya Allah yang tahu be­tapa hancurnya hatiku. Saat bayi dalam kandunganku me­nendang-nendang perutku, hanya satu yang aku inginkan saat dia me­lafazkan nikah hanya satu yaitu keadi­lan. Namun sayang, suamiku telah menyia-nyiakan aku.

Saat malam pertama suamiku ber­sama istri barunya yang kamarnya bersebelahan dengan kamarku (kami tinggal serumah), sepanjang malam aku menangis sambil memeluk erat anakku. Aku tak mampu Ya Allah, berikan hamba kekuatan. Justru, ma­lam itu juga aku bangkit dan salat istikharah untuk meminta petunjuk.

Keesokan harinya aku bangun se­perti biasa, berpura-pura tersenyum walaupun mereka melihat mataku sembab. Senyuman dan lirikan ma­duku, seakan-akan tidak sadar bahwa ia berbahagia dengan kehancuranku. Hari demi hari berlalu, aku semakin sulit dan semakin menunggu hari aku untuk diperlakukan seolah-olah se­bagai pembantu rumah.

Jika tiba ”giliran” aku untuk suami tidur di ranjangku, suamiku gelisah ingin ke kamar sebelah. Untuk peng­etahuan pembaca, aku tak pernah bertegur sapa dengan maduku. Walau bagaimanapun mulia seorang hati wanita, aku tak sanggup memandang wajah orang yang tidur bersama suamiku.

Maduku juga tak pernah mau ber­bicara denganku. Aku sadar aku cuma seorang wanita miskin dan mungkin sudah tak ada arti lagi di mata suami. Puncaknya, aku benar-benar tak tahan dengan perangai suamiku yang tak pernah melayani batinku dan jiwaku. Perasaanku seolah-olah diabaikan.Melihat aku menangis, mereka menganggapku seolah-olah benda yang tak berguna. Mereka malah ter­tawa dan bersenda gurau di depanku, seakan-akan aku ini bukan istrinya juga.

Saat berbicara denganku, seolah-olah suamiku merasa jijik. Perlahan-lahan uang nafkah diberikan padaku seakan-akan tidak cukup. Fungsi aku di rumah sekadar melakukan tugas pembantu rumah. Aku semakin jauh dari suamiku. Aku sadar aku cuma perusak kebahagiaan mereka, untuk apalagi aku bertahan?

Aku sekarang sudah tidak diperlukan suamiku lagi. Aku sudah tidak mem­beri arti bagi suamiku. Ia lebih baha­gia jika tak ada aku yang menyusah­kan hidupnya. Akhirnya aku mem­buat keputusan untuk pergi mening­galkan semua ini. Selamat tinggal suamiku.

Biarkan aku, anakmu serta calon bayi yang kau benihkan di rahimku hidup bersama. Walau kami hidup susah, takkan kuabaikan anak-anak­ku ini. Akhirnya anakku dilahirkan dan telah diberi nama Annaz Naufal. Aku pun telah diceraikan talak 1, itu pun melalui SMS saat aku baru pergi ke luar rumah.Alasan aku diceraikan karena aku dianggap sebagai istri yang tak bergu­na. Aku kembali ke pangkuan kelu­argaku dan bekerja di pabrik perabot rumah tangga di ujung kampung. Alhamdulillah aku mampu men­ghidupi kedua anakku.(bersambung)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB
X