Cinta tak Bisa Membuat Kami Bersatu (Habis) KAMI duduk dan membicarakan banyak hal. Ia belum menikah dan kehidupannya baik-baik saja. Kami membicarakan perpisahan kami dan saling minta maaf. Persahabatan kami lebih berarti ketimbang pertengkaran tersebut dan setuju bertemu sesekali sebagai teman. Kami kembali berteman seperti dulu. Namun sepertinya aku jadi lebih sering bertemu dengannya. Aku sadar aku harus fokus dengan kehidupan rumah tanggaku dan aku memutuskan mengurangi pertemuan dengannya dan hanya saling kontak lewat telepon. Suatu ketika, Fred menelepon dengan nada suara yang berbeda, aku tahu ada yang tidak beres. Ia mengatakan ia mengidap kanker paru-paru. Aku menangis, begitu pun dia. Aku mengunjungi dan menemaninya menjalani kemoterapi di rumah sakit saat sendirian. Singkat cerita setelah beberapa minggu tidak bertemu, aku mendapat telepon dari ibunya, memintaku untuk mengucapkan salam perpisahan pada Fred. Aku datang dan melihat tubuhnya yang sudah sangat kurus dan lesu. Aku menyentuh wajahnya dan ia membuka mata sekilas dengan penuh cinta. Kukatakan terima kasih karena sudah menjadi bagian penting dalam hidupku. Kukatakan aku mencintainya dan akan selalu seperti itu. Ia tersenyum dan menutup mata. Ia sudah damai di sana. Apa pun alasannya, kami memang tak ditakdirkan bersama di dunia ini. Namun aku bahagia bisa menemaninya hingga kepergian terakhirnya. (*)