Gaya dakwahnya berbeda dari ustaz kebanyakan. Alih-alih mengenakan sarung, peci, atau jas, Evie lebih sering tampil santai dengan pakaian kasual lengkap dengan topi atau kupluk khasnya.
Bahasa gaul yang digunakannya membuat ia lebih dekat dengan anak muda, terutama di Bandung dan sekitarnya.
Namun perjalanan hidup Evie tidaklah mulus. Ia mengaku pernah merasakan masa kelam, termasuk mendekam di Rutan Kebon Waru Bandung. Dari balik jeruji besi itulah, Evie mulai merenungi hidup dan bertekad hijrah.
Setelah bebas, ia rajin mengikuti kajian, belajar di berbagai majelis taklim, dan mendalami ajaran Islam secara otodidak. Evie pernah mengaku hanya menempuh pendidikan formal hingga SMP dan tidak memiliki latar belakang pesantren.
Meski begitu, tekadnya untuk berubah membuatnya dikenal sebagai salah satu penceramah alternatif yang digemari anak muda.
Kasus hukum yang kini menjerat Evie Effendi tentu mencoreng citra dakwahnya yang selama ini identik dengan pesan moral dan semangat hijrah.
Hingga kini, polisi masih mendalami laporan tersebut dengan memanggil saksi tambahan. Sementara Evie Effendi sendiri belum banyak memberikan klarifikasi terbuka terkait tuduhan yang menimpa dirinya.