METROPOLITAN.ID - Nama Ulta Levenia Nababan mendadak jadi sorotan publik usai tampil di podcast milik Deddy Corbuzier.
Penampilannya bukan sekadar berbagi cerita biasa, melainkan mengungkap pengalaman hidup penuh risiko di garis depan dunia kontra terorisme.
Di balik sosoknya yang masih muda, Ulta membawa cerita yang membuat banyak orang terperangah, mulai dari menjejakkan kaki di Afghanistan hingga berhadapan langsung dengan kelompok Taliban, bahkan pernah bertemu dengan pimpinan separatis Abu Sayyaf di Filipina.
Meski kerap menantang maut, Ulta tak pernah menganggap misinya sebagai sensasi semata. Baginya, berada dekat dengan para pelaku radikalisme adalah cara paling nyata untuk memahami motivasi mereka dan mencari solusi pencegahan terorisme yang lebih manusiawi dan efektif.
Baca Juga: Siapa Calon Kapolri Berinisial S dan D Pengganti Listyo Sigit Prabowo?
Perempuan kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, yang kini berusia 30 tahun itu menempuh pendidikan S1 Ilmu Politik di Universitas Indonesia.
Tidak berhenti di sana, ia melanjutkan studi S2 di University of Leeds, Inggris, dengan fokus pada bidang keamanan, terorisme, dan pemberontakan.
Bekal akademik yang kuat ini kemudian menjadi fondasi dalam kiprah Ulta sebagai peneliti. Berbeda dari kebanyakan peneliti yang memilih jalur aman di balik meja, Ulta justru berani menapaki medan konflik demi melihat langsung realitas di lapangan.
Pengalaman Ulta tidak main-main. Ia pernah melakukan penelitian di Afghanistan dan bertemu dengan anggota Taliban.
Tak hanya itu, ia juga mengaku pernah bersinggungan langsung dengan kelompok separatis Abu Sayyaf di Filipina Selatan, salah satu organisasi yang dikenal berafiliasi dengan jaringan teror global.
“Untuk memahami motivasi para teroris, seorang peneliti harus berani berada di garis depan,” demikian penuturan Ulta yang dikutip dalam podcast tersebut.
Kesadaran akan pentingnya peran generasi muda dalam isu pertahanan membuat Ulta mendirikan MAPAN (Milenial untuk Pertahanan dan Keamanan).
Organisasi ini dibentuk untuk mengajak anak muda peduli terhadap ancaman geopolitik, radikalisme, hingga potensi intervensi asing yang bisa melemahkan kedaulatan bangsa.