KASUS perkelahian antarpelajar ala gladiator di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang menewaskan Ahmad Raih Syahdan (16) mencuri perhatian. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI) Muhadjir Effendy hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) datang ke Bogor untuk menyelidiki kasus tersebut. Setelah diselidiki, ternyata kasus ini bermula karena saling ejek di Facebook.
MUHADJIR Effendy mengaku prihatin atas tewasnya pelajar SMP di Kabupaten Bogor yang diduga adu kekebalan. Apalagi, peristiwa tersebut melibatkan enam siswa dari dua sekolah berbeda.
Kasus tewasnya siswa di Kabupaten Bogor bukan baru kali pertama. Ini harus ditelusuri karena ada sekelompok siswa yang membentuk geng dan akhirnya duel.
Peristiwa itu harus menjadi perhatian khusus orang tua dalam mengawasi pergaulan anaknya. Kepala sekolah juga harus memperhatikan seluruh siswa, jangan sampai terjebak dalam kelompok menyesatkan. “SN mengaku hanya ikut-ikutan dan tidak ada namanya tes ilmu kebal,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Bogor AKBP Andy Muhammad Dicky Pastika mengatakan, pertarungan gladiator itu didasari saling ejek antarsekolah di media sosial. Hingga akhirnya mereka janjian untuk bertemu Senin. Namun karena salah satu tidak datang, mereka kembali janjian Jumat (24/11) pukul 17:30 WIB di sebuah kebun karet.
"Awalnya mereka saling ejek di Facebook lalu janjian duel. Duel antara siswa MTs ini karena pengaruh negatif medsos. Saya minta peran orang tua dan sekolah menjaga anak-anaknya dari perilaku buruk," katanya.
Saat duel maut dua teman korban kabur. Sedangkan korban Ahmad Raih Syahdan (ARS) seorang diri, sampai akhirnya tewas dengan luka bacok di bagian pinggul dan tangan kanan. "Korban ARS yang kondisinya terluka sempat dibawa teman-temannya ke puskesmas karena lukanya cukup parah. Korban pun kehabisan banyak darah dan meninggal dunia," katanya.
Dikcy menambahkan, pelaku SN (16) sudah diamankan. Sedangkan dua pelaku lainnya, yakni CA (16) dan DS (16), masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) karena dua kali pemanggilan mereka tidak datang. Untuk barang bukti yang diamankan, di antaranya satu helai baju koko putih, satu helai sweater merah maroon dan satu seragam SMP warna biru.
"Kami sudah memeriksa sepuluh teman pelaku dan korban sebagai saksi, karena saat duel terjadi mereka menyaksikan. Pelaku akan dikenakan Pasal 80 Ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak karena terhitung masih berstatus pelajar SMP. Tapi itu semua tergantung pengadilan," katanya.
Terpisah, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, tarung ala gladiator tak terlepas dari pelajar yang mencari eksistensi diri. Mereka banyak mengaktualitasikan diri dengan berbagai cara. Salah satunya adu kekuatan fisik di kalangan pelajar. “Ya, sistem sekolah yang mengutamakan nilai dan akademik memang akan berpengaruh pada anak-anak tertentu yang butuh eksistensi,” ujarnya.
Selain itu, sambung Retno, lemahnya pengawasan keluarga, sekolah maupun masyarakat menjadi faktor yang bersinggungan. Retno menyampaikan, pertarungan yang menewaskan ARS berada di lingkungan rumah atau masyarakat.
“Ini kan terjadi di lingkungan masyarakat. Sebuah lapangan, tempat terbuka. Seharusnya orang tua peka melihat perilaku anak yang berubah. Masyarakat juga harus membubarkan perkumpulan dan segera melaporkannya ke polisi,” bebernya.
“Jangan cuek terhadap fenomena seperti ini. Sekolah dan guru seharusnya memiliki kepekaan pada anak-anak yang berpotensi terlibat tarung semacam ini, melihat kemungkinan senior dan alumni turut andil,” tuturnya.
Berita di media sosial juga menjadi pemicu bagi pelajar melakukan aksi gladiator. Seperti yang terjadi di Jawa Barat, aksi tarung ala gladiator sudah terjadi tiga kali. Yakni di Kota Bogor yang melibatkan siswa SMA yang menewaskan Hilarius, di Sukabumi yang melibatkan siswa SMP dan di Kabupaten Bogor. “Ini karena viral di media sosial dan ditiru pelajar lain,” katanya.