METROPOLITAN - Pascalongsor di Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, yang merenggut puluhan nyawa, belum lama ini, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengimbau masyarakat Bogor tetap waspada akan kejadian serupa yang kemungkinan berpotensi bakal terjadi di beberapa wilayah di Bumi Tegar Beriman.
Hal itu disampaikan langsung Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG Ferrari Pinem. Secara umum, hampir seluruh wilayah Kabupaten Bogor berada dalam kategori zona menengah daerah dengan potensi gempa bumi. Tak hanya gempa, sekitar setengah lebih wilayah Bumi Tegar Beriman juga masuk kategori zona menengah kerentanan gerak tanah.
“Itu semua berdasarkan hasil kajian kami dari peta Replika Bumi Indonesia (RBI) Pulau Jawa, Sakala 1:25.000 BIG, Citra Satelit, Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan), Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi, Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ungkapnya.
Menurutnya, jika di wilayah tertentu masuk kategori zona menengah pergerakan tanah, maka hal itu perlu diwaspadai. Mengingat potensi terjadi longsor di kawasan tersebut bisa terjadi kapan saja. Terlebih beberapa wilayah dengan topografi (bentuk permukaan, red) dan konstruksi tanah yang memiliki tingkat kemiringan lereng yang tinggi mirip longsor Cisolok.
Seperti di sepuluh titik kecamatan yang punya zona rentan pergerakan tanah, meliputi Kecamatan Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Citeureup, Babakanmadang, Sukamakmur, Tamansari, Tenjolaya, Cijeruk dan Cigombong.
“Keberadaan sesar (patahan) aktif serta karakteristik permukaan tanah dari analisa geomorfologi (ilmu yang mempelajari bentuk alam dan proses yang membentuknya, red), juga konstruksi tanah yang tidak kompak atau bersifat lunak akibat endapan (aluvial), merupakan beberapa faktor kuat pemicu pergerakan tanah,” bebernya.
Ferrari menambahkan, dampak yang ditimbulkan dari zona pergerakan tanah di antaranya rawan terjadi longsor di kawasan tersebut. “Akan mudah terjadi longsor apabila wilayah tersebut berada pada topografi dengan tingkat kemiringan lereng yang tinggi. Selain itu, intensitas curah hujan yang tinggi juga akan meningkatkan kerawanan terjadi longsor,” katanya.
Ia menilai longsor juga berpotensi terjadi di kawasan dengan kategori zona menengah pergerakan tanah. Terlebih jika di kawasan tersebut memasuki musim hujan, dengan intensitas dan curah hujan yang tinggi. “Semuanya berpotensi terjadinya lonsor, terutama pada wilayah kemiringan lereng terjal dengan tutupan lahan terbuka dengan intensitas hujan yang tinggi,” tutupnya.
Sementara itu, Bagian Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga, Kabupaten Bogor, Hadi Saputra, menjelaskan sebagian besar wilayah Jawa Barat, khususnya Bogor, bakal masuk puncak musim hujan pada Januari hingga Februari 2019. Hal tersebut tentu akan berpengaruh pada intensitas curah hujan di kawasan Bumi Tegar Beriman.
“Berdasarkan hasil pantauan kami, musim hujan di wilayah Bogor bakal terjadi pada Januari hingga Februari mendatang. Artinya frekuensi hujan akan sering terjadi di bulan tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi potensi hujan lebat,” jelas Hadi saat dikonfirmasi Metropolitan, kemarin siang.
Menanggapi hasil pantauan BMKG, Ferrari mengimbau masyarakat Bogor tetap waspada. Terlebih bagi mereka yang tinggal di wilayah lereng dengan tingkat kemiringan tinggi, juga beberapa wilayah dengan konstruksi tanah yang tidak stabil. “Hal yang paling penting adalah awasi bulan-bulan basah, di mana intensitas hujan tinggi pada daerah yang memiliki rawan gerakan tanah tinggi dan sedang,” pesannya.
Sementara terkait longsor Cisolok Sukabumi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengaku mengalami kendala untuk proses pencarian korban. Sebab selain kondisi medan sulit dicapai, ancaman longsor juga masih mengintai relawan dan tim SAR gabungan yang berada di lokasi.
”Tadi saya ke lokasi hujan deras, di mana ancaman longsor masih ada. Itu juga jadi tantangan tim yang melakukan pencarian dan evakuasi. Saat ini kendaraan berat baru ada dua, harusnya lebih dari itu. Peralatan pencarian harus lebih dari dua, harus enam. Backhoe ukuran kecil pakai rantai. Dinas PUPR juga sedang mengupayakan, mungkin dalam perjalanan,” tuturnya.
Soal penanganan pengungsi, Willem menjelaskan ada seratus jiwa yang terdampak. Namun tenda pengungsi masih belum diperlukan karena banyak warga yang memilih menginap di keluarganya.