Nasi sudah menjadi bubur. Nama ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) University sudah tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Termasuk tagihan pinjaman online (pinjol) yang melilit mereka dalam kasus penipuan ‘Pinjol Siti’. SAN alias Siti sudah ditahan polisi. Siti menjadi tahanan Polres Bogor sejak kasus ratusan mahasiswa IPB University terlilit pinjol mencuat. Kepada penyidik, Siti mengakui perbuatan curangnya yang tega mengelabui ratusan orang untuk masuk jeratan pinjol. Tercatat ada 116 mahasiswa IPB University yang jadi korban ‘Pinjol Siti’. Mereka dijebak untuk melakukan pinjol dengan iming-iming mendapatkan komisi 10 persen dari nilai pinjaman yang cair. Demi meyakinkan targetnya, komisi tersebut langsung diberikan pelaku kepada para korban, hingga akhirnya banyak mahasiswa yang terlilit utang pinjol. Saat ini para korban banyak yang dibikin mumet karena harus membayar tagihan yang membengkak. Bahkan, ada yang harus membayar tagihan mencapai belasan dan puluhan juta rupiah. Daffa, salah satunya. Mahasiswa semester tiga itu masuk jeratan ‘Pinjol Siti’. Daffa menuturkan, demi memuluskan aksinya, Siti menggunakan tiga aplikasi pinjol. Yakni, Kredivo, Akulaku, dan Shopee PayLater. Daffa menjelaskan ada korban lain yang membuka akun bersamanya, tetapi ada juga yang sebelum dan sesudahnya. ”Kalau saya sendiri itu sebenarnya Kredivo sama Akulaku. Kalau teman saya nambah Shopee PayLater. Sebenarnya ada tiga aplikasi inti. Cuma untuk saya sendiri kenanya di Akulaku dan Kredivo. Kalau saya itu Rp12,7 juta (total kerugian, red). (Tagihan, red) Yang sedang berlangsung sekitar Rp7 juta. Yang sudah saya keluarkan buat nalangin itu sekitar Rp5,7 juta,” papar Daffa soal aplikasi pinjol yang digunakan dan total kerugiannya. Setelah akun jadi dan Daffa dapat limit pinjaman, Siti memintanya dan para korban lain untuk melakukan pembelian barang di akun Tokopedia miliknya. Skema pembayaran yang ia minta adalah cicilan menggunakan limit dana pinjol. Ia diminta Siti membeli barang dengan cara pembayaran cicilan menggunakan Kredivo. Pelaku berjanji akan membayar cicilan bulanan tagihan tersebut dengan iming-iming akan diberi imbalan 10 persen keuntungan dari jumlah tagihan tersebut. Koordinator korban penipuan, Dewi Aryani, mengaku banyak korban yang terbebani dengan tagihan pinjol yang masuk. Apalagi, tak sedikit dari mahasiswa yang belum berpenghasilan. Sehingga, secara finansial belum sanggup membayar tagihan. “Korban berharap agar mendapat keringanan. Sebenarnya mau saja untuk membayar. Tapi kalau tagihannya seperti yang sekarang ini, ya berat sekali. Karena kebanyakan belum berpenghasilan. Kalaupun beberapa sudah ada yang kerja, tapi masih part time seperti di coffee shop. Masih belum mampu lah intinya,” ungkap Dewi. Ia pun menyebut bahwa para korban ‘Pinjol Siti’ seperti memakan buah simalakama. Akibat tergiur komisi 10 persen yang dijanjikan pelaku, saat ini para korban kebingungan bagaimana agar namanya bersih dari catatan keuangan sebagai pemilik utang. “Karena datanya kan sudah masuk aplikasi, jadi bingung juga kalau nggak dibayar, Risiko SLIK OJK ini kan sifatnya permanen. Nggak akan ada pemulihan sampai tagihan dibayar. Sementara, masa depan para mahasiswa yang jadi korbannya juga masih panjang,” sesalnya. “Bagaimana nanti ke depannya ada pekerjaan yang membutuhkan data BI Checking-nya bagus maka akan jadi kendala. Begitu juga kalau nanti ada keperluan untuk ajukan pinjaman untuk usaha, akan sangat susah,” ujar Dewi. Dewi berharap ada kejelasan untuk penyelesaian piutang para korban akibat ulah Siti. Bahkan, seluruh korban tidak keberatan mengembalikan komisi 10 persen yang sempat diberikan pelaku saat awal transaksi. “Berat sekali kalau harus membayar tagihan yang berjalan sekarang. Semua korban penginnya mengembalikan komisi yang 10%, itu saja sih. Asal nggak ditagih utang tiap hari,” harapnya. Ulah Siti yang sudah merugikan banyak orang hingga mencapai Rp2,3 miliar rupanya bukan hanya sekali dilakukan. Mantan Ketua RT di lingkungan SAN tinggal, Kampung Luwuk, RT 01/ 01, Kelurahan Tegalgundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Kamaludin, menceritakan bahwa jauh sebelum mahasiswa IPB University mencari-cari keberadaannya ke Kampung Luwuk, Siti juga pernah didatangi pihak perusahaan tempat ia bekerja. Peristiwa itu terjadi pada periode 2018 lalu. Siti pernah dilaporkan perusahaan tempat ia bekerja lantaran diduga terlibat kasus penggelapan uang. “Orang perusahaan sempat datang ke saya, tanya-tanya soal dia (Siti, red). Orang itu bilang, dia menggelapkan uang. Dia bawa surat panggilan polisi,” kata Kamaludin. “Kalau nggak salah dari Polres Bekasi itu pemanggilan. Itu 2018-an. Sudah lama juga itu. Nilainya Rp45 juta lah. Itu penjualan kartu perdana,” sambungnya. Tak sampai situ, setelah persoalan dengan pihak perusahaan selesai, Siti kembali memunculkan kasus yang hampir serupa. Ia sempat diburu pihak leasing. Saat itu ia diketahui menjual atau menggadaikan sertifikat rumah kontrakannya yang ia akali sebagai syarat membeli mobil. “Saya lagi pelatihan waktu itu. Istri saya telepon. ‘Pak, ini ada dari leasing’. Jadi katanya dia nggak pernah bayar, tapi unit mobilnya nggak ada,” bebernya. Kamal kembali mencoba mengingat peristiwa itu terjadi pada Oktober. SAN saat itu sudah tak tinggal lagi di Kampung Luwuk sejak Maret 2022. Barulah pihak leasing menjelaskan bahwa Siti menjaminkan rumah kontrakannya tersebut dengan mengubah surat Akta Jual-Beli (AJB). Atas itu, Kamaludin mengaku tak menyangka bahwa Siti bisa berbuat seperti ini. Sebab, ia dikenal tetangga sebagai pribadi yang sopan. Sementara itu, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin mengatakan, modus yang dilakukan Siti menawarkan kerja sama pencairan dan bisnis pada marketplace atau toko online yang diakui milik tersangka. Namun, setelah dikroscek, toko tersebut rupanya milik orang lain. “Pelaku mengiming-imingi keuntungan 10 sampai 15 persen atas setiap transaksi yang dilakukan para korban,” terang Iman. Perkenalan pelaku kepada mahasiswa IPB University itu diperantarai kakak tingkatnya, ZFR dan RA, yang juga turut menjadi korban. Karena banyak mahasiswa yang tertarik, Siti mengajak para korbannya untuk seminar melalui Zoom Meeting. “Pengakuan tersangka, total korbannya ada 317 orang, 116 orang merupakan mahasiswa IPB. Sedangkan untuk total kerugian para korban sekitar Rp2,3 miliar,” paparnya. Iman juga mengaku pihaknya telah memeriksa sepuluh saksi dalam kasus ini. Penyidik juga tengah melakukan pendalaman untuk mencari keterlibatan pihak lain yang membantu Siti dalam melaksanakan aksinya. Tersangka Siti juga menyarankan para korban melakukan kerja sama dengan mengaktifkan Shopee PayLater, Shopee Pinjam, Kredivo, dan Akulaku sebagai modal usaha. Dimana utang kepada penyedia jasa pinjol berbeda-beda. Untuk Akulaku Rp500 juta, Kredivo Rp900 juta, Shopee Pinjam Rp400 juta, dan Shopee PayLater Rp500 juta. “Hasil koordinasi kami dengan rektor IPB dan aplikasi penyedia jasa pinjol, total kerugiannya mencapai Rp2,3 miliar. Dari pengakuan pelaku, ia sudah menjalankan aksinya dari Februari. Korbannya bukan hanya dari mahasiswa IPB. Ada juga dari kampus lainnya dan masyarakat biasa,” papar Iman. Selain itu, polisi juga menyita barang bukti yang sudah berhasil diamankan yakni, satu unit mobil, satu buah handphone, satu buah buku tabungan Bank BCA atas nama SAN, dan satu buah kartu ATM Bank BCA. “Tersangka menggunakan uangnya tersebut untuk biaya hidup, membeli mobil baru, dan membayar utang,” tuntasnya. (rez/feb/run)