Di atas batu nisan, Rustinah (55), warga Kampung Barukupa, Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, sibuk menyiapkan makanan.
Sejak rumahnya luluh lantak diguncang gempa 5,6 Magnitudo, Rustinah dan puluhan warga lainnya terpaksa tinggal di kuburan.
Bahkan, ada pula yang terpaksa tidur di kandang kambing demi menyelamatkan diri.
LEMBARAN terpal membentang di atas kuburan yang berjumlah 25 makam.
Terpal itulah yang melindungi pengungsi dari panas dan hujan. Warga yang mengungsi tak punya pilihan lagi, selain tidur di kuburan.
Sebab, beberapa lahan di sekitar mereka tidak cukup aman ditempati. Apalagi, gempa susulan masih sering terjadi. Sebanyak 60 jiwa harus tidur bersebelahan dengan batu nisan.
Kurangnya daerah atau lahan terbuka diduga jadi penyebabnya. Menjadikan pemakaman sebagai tempat tinggal sementara adalah pilihan terakhir bagi mereka.
Rustinah mengatakan, sebetulnya banyak lahan perkebunan yang bisa dijadikan tempat untuk mendirikan tenda.
Namun, perkebunan terdekat berada di sisi tebing hingga berpotensi longsor. “Seram kalau di kebun. Lebih baik di sini saja ah (makam, red),” kata Rustinah kepada Metropolitan, Kamis, 24 November 2022.
Di tempat yang sama, ketua RT 03/03 Abdurahman menjelaskan ada 65 Kepala Keluarga (KK) terdampak gempa bumi Cianjur.
Delapan belas rumah warga rusak berat, empat rusak sedang, dan dua rusak ringan. “Seluruhnya ada 233 jiwa yang mengungsi. Kita bagi jadi beberapa posko tenda darurat.
Yang salah satu tendanya di atas pemakaman ini,” kata Abdurahman. Derita yang sama juga dialami warga Kampung Warungbatu, RT 01/10, Desa Mekarsari, Kecamatan Cianjur.
Puluhan pengungsi terdampak gempa tinggal di kandang kambing. Kandang yang berisi 40 ekor kambing itu kini dihuni 55 pengungsi.
Tempat pengungsian berupa kandang itu terletak di ujung kampung, masuk gang sekitar 100 meter dari jalan nasional arah Cugenang dari Simpang Empat Lampu Gentur.