METROPOLITAN.ID - Kota Bogor menduduki posisi ketiga kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi yang ada di Indonesia. Data ini berdasarkan catatan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi. Kota Bogor menempati posisi ketiga kasus tertinggi DBD pada periode Januari-April 2024, dengan 1.944 kasus.
Sementara, pada posisi pertama ada Kota Bandung dengan 3.468 kasus, dan posisi kedua ada Kabupaten Tangerang dengan 2.540 kasus.
Menanggapi itu, Sekda Kota Bogor, Syarifah Sofiah menuturkan, cuaca yang dingin dan kesadaran masyarakat Kota Bogor yang kurang, itu menjadi faktor utama Kota Bogor berada di posisi ketiga di Indonesia.
"Kan ini juga tergantung musim, ketika cuaca yang memang dingin dan lembab nyamuk Aedes Aegypti ini menggigit di jam pagi dan sore," kata Syarifah Sofiah.
"Ditambah pola hidup kita di rumah masing-masing, kaya misal rumahnya ventilasinya tertutup, lembab, tumpukan barang, genangan air itu yang menjadi tempat nyamuk bersarang," sambung dia.
Menurut dia, nyamuk Aedes Aegypti ini menyukai daerah dingin seperti di Kota Bogor dibandingkan dengan-daerah yang panas.
"Mungkin kalau datanya dibandingkan dengan daerah yang panas itu akan kelihatan," ucap dia.
Tidak hanya itu, Syarifah Sofiah menyebutkan, selain itu Kota Bogor juga aktif memberikan laporan kasus DBD ke Kemenkes Indonesia.
"Untuk di daerah-daerah lain aktif melaporkan juga nggak. Tapi yang tergambar akhirnya memang benar-benar itu yang harus kita antisipasi," ungkap Sekda.
"Data di Kota Bogor penderitanya ketemu 20 ribuan, 11 yang meninggal. Dan senagian besar yang meninggal ada di kelompok umur 7-15 tanun," lanjut dia.
Dengan begitu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terus berupaya untuk melakukan pencegahan dengan melakukan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN).
"Kita sudah beberapa langkah yang sudah dilakukan di sekolah-sekolah Gertak PSN, Jumantik di sekolah, di tingkat RT/RW. Mudah-mudahan ini bisa mengurangi," pungkas Syarifah Sofiah. (cr1/rez)