Minggu, 21 Desember 2025

Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak Bogor Harus Disertai Pemulihan Ekosistem

- Sabtu, 8 Maret 2025 | 20:05 WIB
Bangunan depan Hibisc Fantasy Puncak Bogor usai dibongkar Satpol PP, Kamis, 6 Maret 2025.  (Arifin - Metropolitan)
Bangunan depan Hibisc Fantasy Puncak Bogor usai dibongkar Satpol PP, Kamis, 6 Maret 2025. (Arifin - Metropolitan)


METROPOLITAN.ID
- Forum Komunikasi Kader Konservasi (FK3I) menegaskan bahwa lokasi wisata Hibisc Fantasy di Puncak Bogor telah mengubah fungsi lahan yang semula Perkebunan Teh menjadi bangunan beton.

FK31 mendesak untuk segera memulihkan kawasan hutan maupun lahan resapan air, daerah aliran sungai (DAS), maupun kawasan yang rusak akibat alih fungai lahan.

Ketua FK3I Dedi Kurniawan mengatakan, pembongkaran dan penyegelan lokasi wisata Hibisc Fantasi Puncak Bogor perlu disertai pemulihan ekosistem.

Jika pemulihan ekositem tidak dilakukan segera, ia menilai pelanggaran itu dapat dikenakan pidana.

"Kawasan itu wajib dipulihkan segera dengan skema rekayasa ekosistem. Hukum pidana ancamannya karena tidak melakukan pemulihan dan hukum sosial dibubarkan itu BUMD," ujarnya, Sabtu, 8 Maret 2025.

Menurutnya, seharusnya rekayasa ekosistem dimulai sebelum pembangunan.

"Ini terkadang pengusaha nggak mau keluar biaya besar membangun wisata ekologi," sambungnya.

FK3I juga menuntut BUMD PT Jasa dan Kepariwisataan atau Jaswita Jabar untuk melakukan rekayasa ekosistem dalam rangka pemulihan kawasan yang terbangun.

Karena, tanpa rekayasa ekosistem, pembongkaran hanya akan mengurangi konflik kepentingan dan tidak akan mempengaruhi resiko bencana ke depannya.

"Prinsip dasar rekayasa ekosistem tentunya harus berkelanjutan, partisipatif dan adaftif. Rekayasa ekosistem bukan hanya penanaman pohon tanpa kajian. Pemulihan lahan dan perbaikan aliran air juga penting dikaji dari asal sebelum terbangun," jelasnya.

"Meski rekayasa ekosistem ini dianggap berat dimana kompleksitas ekosistem dan pembiayaan yang tinggi dengan pengawasan jangka panjang dan komitmen terhadap konflik kepentingan ini, tentunya sebagai konsekuensi bagi pelanggar. Jadi BUMN Jaswita wajib melakukannya," tegas Dedi juga Dewan WALHI Jabar.

Ia menjelaskan, rekayasa ekosistem dalam kasus tersebut adalah bagaimana pihak yang paling bertanggung jawab harus melakukan pemulihan kawasan yang telah rusak dikembalikan seperti sediakala melalui Proses merancang, membangun dan memulihkan ekosistem.

"Hal ini untuk tujuan lingkungan, sosial, atau ekonomi tertentu. Praktek ini untuk memulihkan keseimbangan ekologi yang harus dilakukan adalah memulihkan lahan basah yang rusak dengan menanam vegetasi asli, mengatur aliran air, dan memperbaiki kualitas tanah," pungkasnya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X