Inilah Keputusanku Menikah Beda Agama (2) AKU berhenti menyenangkan orang lain, menjadi orang lain agar disukai dan sebaliknya membahagiakan diriku sendiri.
Saat aku kuliah aku bertemu dengan suamiku dan kami berteman.
Ketika aku tidak mencapai karir yang kuinginkan, ia ada di sampingku, memberikan semangat dan dukungan.
Bahkan ketika keimananku pada tuhan pudar dan aku merasa sangat malas datang ke gereja, ia meneleponku bertanya apakah aku baik-baik saja dan sudah makan.
Ia juga berkata, ”Aku meneleponmu ingin tahu kabarmu, dan kalau boleh, aku bisa menemanimu ke gereja.
” Detik itulah aku menyadari dia pria yang istimewa.
Saat itulah aku menyadari, mungkin Tuhan memiliki rencana yang berbeda untukku.
Keraguan hatiku menerimanya karena dia Islam sirna sudah.
Kami mencintai Tuhan dengan cara yang berbeda dan ia menghormati hal itu.
Lebih dari itu, ia mencintaiku karena aku mencintai Tuhanku.
Aku tak pernah mencari cinta seperti ini, tak pernah mengharapkannya, namun Tuhan tahu aku butuh cinta ini.
Apalagi ia tak pernah memaksaku mengikuti agamanya.
Di hari ketika aku berjalan menyusuri altar dan menyambut tangan suamiku, aku tahu aku tak bisa membatalkan keputusan ini dan memang aku tak mau.
Aku bersyukur menemukannya.