Oleh : H Ismatul Hakim
(Rois Syuriah PRNU Kasirkuda Kota Bogor 2025
Ketua PCNU Kota Bogor 1986 – 1990
Mustasyar NU Kota Bogor 1990 – 2025
Wakil Ketua PW ANSOR Prop Jawa Barat
Ketua PC IKAPMII Bogor 2013 – 2024)
SEBAGAIMANA kita pahami, bahwa mayoritas ummat Islam di Kota Bogor adalah penganut ajaran Ahlussunnah Waljama’ah karena dilihat dari tradisi peribadatan dan ritual keagamaannya bercirikan pengajian dan pendidikan agama di pesantren, madrasah atau majelis taklim, tahlilan, talqinan, yasinan, solawatan dan azan jum’at 2 kali, khotbah jum’at pake tongkat, solat tarawih 23 rakaat plus witir, qunut sholat subuh dll. Hampir di setiap RT, RW, Kelurahan solat di Mesjid, pengajian di majelis taklim atau madrasah atau pesantren tradisinya seperti itu.
Kalau hanya ukurannya dan karakteristik ke-Nuannya seperti itu, maka lebih dari 90 persen ummat Islam di Bogor adalah warga NU. Ini baru dapat kita pandang NU sebagai Jama’ah (perkumpulan atau komunitas), sejak awal masyarakat Muslim Kota Bogor adalah warga NU, akan tetapi secara jam’iyyah (keorganisasian) belum tentu karena ciri dari jam’iyyah ini ditunjukkan dengan keanggotaan atau memiliki Kartu Tanda Anggota NU (KARTANU), dan keanggotaan ini punya konsekwensi berupa hak dan kewajiban sebagai anggota, sebagaimana tersurat dan tersirat dalam AD/ART Nahdlatul Ulama . Ada iuran pokok (i’anah ashliyah), ada iuran wajib (bulanan, tahunan dll) atau i’anah syahriyah atau i’anah sanawiyah atau i’anah ikhlashiyyah. Itulah idealnya sebuah organisasi (jam’iyyah) dalam sebuah organisasi Islam bernama Nahdlatul Ulama. Sehingga kebanggaaan menjadi pengurus NU atau anggota NU, harus balik tanya kepada diri kita, apakah kita sudah menjadi anggota dan pengurus yang benar dan serius.
Kalau kita merasa bahwa NU itu besar, maka sudah sampai dimana kita telah berkhidmat dan mendarmabhaktikan diri berupa pengorbanan dan pengabdian kita kepada NU sebagain rasa cinta kita kepada NU. Jangan2 kita hanya baru melihat NU dari pendapat, informasi dan pembicaraan atau obrolan-obrolan orang saja. Coba kita renungkan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, sudahkah kita membangun NU di Kota Bogor ? Selama kita belum mampu menata keanggotaan NU di Kota Bogor berarti kita masih bicara NU dalam konteks jama’ah, bukan jam’iyyah.
Artinya setelah NU Kota Bogor tahun 1986 melaksanakan Konperensi Cabang Pertama dan sudah menempuh perjalanan panjang hingga tahun 2025 ini, kepengurusan gak jelas, program agama (dakwah dan pendidikan) kosong, program di masyarakat gak ada, apalagi kenegaraan samasekali tidak muncul. Mau kemana NU dan mau mengerjakan apa NU Kota Bogor Ke depan, itu dulu yang harus jelas. Bukan ujug-ujug milih Pengurus Cabang, ini sama sekali tidak ada pencerahan untuk NU dan ummat ke depan. Padahal Konpercab itu adalah wahana dan kesempatan kita untuk bekerja keras merumuskan langkah strategis, menyusun program dan baru menyusun kepengurusan. Cobalah dalam Konpercab ini kita mundculkan ide-ide dan pemikiran yang maju dan mencerahkan bagi NU dan ummat yang menunggu karya-karya dan kepemimpinan yang maju, terarah dan mencerahkan.
Karakteristik ke-NU-an di Kota Bogor
Sejarah perkembangan ke-NU-an di Kota Bogor mulai terasa besar hanya pada saat-saat Pemilihan Umum dan kegiatan-kegiatan politik, sejak tahun 1955 sebagai Pemilu Pertama dimana NU memperoleh suara 4 besar bersama PNI (Partai Nasional Indonesia), Partai Masyumi , Nahdlatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia. Tahun 1971 di awal Pemerintahan Orde Baru, NU menjadi Partai pemenang kedua setelah GOLKAR. NU tetap besar jika Pemilu dilakukan secara langsung umum bebas dan rahasia (lubber) serta jujur dan adil (jurdil). Banyak partai politik yang hilang di masa pemerintahan Orde Baru, termasuk PKI yang menjadi partai politik terlarang di masa Orde Baru.
Sehebat-hebatnya orang NU di Kota Bogor, belum ada yang mulai menata NU dari bawah, dari mulai kelembagaan Pengurus Anak Ranting (RW/PARNU), Ranting (Kelurahan/PRNU), Majelis Wakil Cabang (Kecamatan/PMWCNU) dan Pengurus Cabang (Kota Bogor/PCNU). Oleh sebab itu, kita harus mulai menata lagi NU di Kota Bogor ini dimulai dari Ranting atau Kelurahan. Berarti MWC yang ada saat ini adalah MWC bentukan dari atas (top down), padahal hakikatnya membentuk NU itu harus dari bawah dimulai dengan keanggotaan (bottom up). Dan itulah kondisi dan iklim NU di Kota Bogor ini, masih belum jelas misi dan sasarannya dalam khidmatnya kepada agama, bangsa dan negara. Seharusnya kepengurusan yang bentuk dalam KONPERCAB NU kali ini sudah dapat menghasilkan orang-orang yang tumbuh dari bawah.
Faktanya, tetapi setelah melalui tahapan Konpercab mulai dari Konpercab ke-1 tahun 1986 hingga Konpercab ke-9 (2025) ini selang waktu hampir 40 tahun belum tampak adanya kepengurusan yang kuat. Hal ini mungkin disebabkan karena NU di Kota Bogor masih berkutat pada isu-isu global dan mengambang secara politik bahwa NU itu besar, artinya masih berupa – katanya katanya atau kata orang – belum sampai pada - kataku atau kata kita atau dengan kata lain lebih banyak karena isu pemberitaan politis dan fakta realistis. Marilah kita bersama refleksi diri kepada semua, apakah semua pengurus yang demikian gemuk dan besar mulai dari Mustasyar, Syuriah dan Tanfidziah yang tercantum dalam struktur kepengurusan NU Kota Bogor semuanya sdudah memikirkan, berjuang dan berkhidmmat untuk jam’iyah (organisasi).
Pesantren dan NU di Kota Bogor
Berat sebenarnya membangun NU di kota Bogor ini. Karena meskipun NU ini besar secara jamiyyah karena hasil Pemilu dari masa ke masa, NU selalu ada dalam percaturan politik bahkan di era Medsos saat inipun NU semakin besar dan semakin kuat bahkan masyarakat atau orang menuntut NU untuk lebih dapat menjawab berbagai pertanyaan dan isu terkait keagamaan, ideologi, politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertahanan dan keamanan. Masyarakat semakin kritis menuntut NU harus semakin siap menjawab dan menghadapinya dengan bijak, terbuka dan transparan.
Sebagai wajah perkotaan, NU Kota Bogor punya basis-basis pesantren, tradisi pengajian, madrasah dan majelis-majelis taklim. Secara historis Pesantren yang ada di Bogor sebelum kemerdekaan diantaranya yang tertua adalah Pesantren Bakom didirikan pada tahun 1883 dan dipimpin oleh KH. Tbg Asy’ari yang lebih dikenal sebagai Mama Bakom seorang Kiai kharismatik di Bogor, Pesantren Al-Falak Pagentongan didirikan tahun 1901 dan dipimpin oleh KH. Tb Mohammad Falak Abbas, Pesantren al Atiqiyah yang dilanjutkan oleh puteranya Ajengan Hasan menjadi Pesantren Al-Hasaniyah Babakan Sirna didirikan tahun dan dipimpin oleh Ajengan KH Mansur, Pesantren/Islamic Centre Al-Ghazaly didirikan dan dipimpin oleh Prof KHR. Abdullah Bin Nuh, Pesantren/Madrasah Assalafiyah Gang Ardio didirikan dan dipimpn oleh KH. Mohammad Ilyas, Madrasah/Pesantren Bahrul Ulum Tan Sewa Gang Ardio didirikan dan dipimpin oleh KH. M Nawawi, Pesantren An Nur Pabuaran didirikan dan dipimpin oleh KH Abdullah Pabuaran, Pesantren/Majelis Taklim Al Ihya Batutapak Pasirkuda didirikan dan dipimpin oleh KHR. Abdullah Bin Nuh, Pesantren Nurul Imdad Babakan Fakultas didirikan dan dipimpin oleh KH. A Zaini Dahlan. Dan banyak lagi Pesantren-pesantren lain di wilayah Kota Bogor yang belum tersentuh oleh kepengurusan NU. Dan terdapat juga pesantren-pesantren yang ada di wilayah pemekaran Kota Bogor dan pesantren-pesantren baru berjumlah sekitar 120-an di wilayah Bogor.
Akan tetapi secara historis, 4 Pesantren besar di wilayah Kota Bogor yang dipimpin oleh Ulama-ulama kharismatik yaitu Ajengan Asya’ari Pesantren Bakom, Ajengan Falak Pesantren Al-Falak Pagentongan, Ajengan Mansur Pesantren Al-Atiqiyah Babakan Sirna. Sedangkan Pesantren-pesanten lainnya berkembang dan didirikan umumnya oleh murid-murid beliau.
Menurut KH. DR Idham Chalid Ketua Umum PBNU 1956 – 1984 (selama 28 tahun) pada peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama tahun 1983 di Hotel Sayoy Bandung, mengibaratkan bahwa NU itu adalah Pesantren Besar dan Pesantren adalah Miniatur NU. Artinya NU dengan Pesantren merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Pesantren itu NU dan NU itu juga Pesantren. Oleh sebab itu layaknya dan pantasnya NU adalah dipimpin oleh Kiai Pesantren atau Murid dari Kiai Pesantren. Maknya Pengurus NU baik PC, PMWC, PRNU ataupun PARNU seharusnya baisnya adalah Pesantren, Perguruan, Madrasah ataupun Majelis Taklim. Ini pada intinya seperti itu.
Oleh sebab itu Program utama NU ke depan adalah mengembangkan pendidikan dan dakwah di pesantren atau membangun pesantren baru sesuai kepentingan dan kemampuan para pemimpinnya. Sehingga ke depan pesantren-pesantren dan NU maju dan berkembang sesuai dengan tantangan zaman. Apalagi Kota Bogor ini merupakan pusat pemerintahan sejak zaman Belanda hingga saat ini, kita harus dapat menyerap dinamika perubahan dan perkembangan zaman dengan tetap menjaga dan mempertahan aqidah Islam Ahlussunnah Waljama’ah dalam kehidupan di masyarakat, bangsa dan negara.
Bagaimana Konperensi Cabang Ini Harusnya dilaksanakan
Perlu adanya forum kecil dalam Konpercab NU ini untuk membcarakan permasalahan, strategi, langkah-langkah kebijakan dan program yang terarah mulai dari konsolidasi kenaggotaan dan organisasi, latihan kepemimpinan NU lokal tingkat Kota Bogor, sosialisasi tentang NU dan prinsip-prinsip dasar perjuangan Nahdlatul Ulama, pelatihan dakwah, mendirikan sekolah2 dan madrasah/pesantren, membangun kelembagaan usaha/ekonomi/UMKM/ Koperasi atau Bank Syari’ah, Mendirikan Rumah sakit/Klinik-klinik Kesehatan Masyarakat, dll.
Setelah itu baru memilih Pengurus Syuriah dan Tanfidziah yang tepat dan cocok untuk menjalankan roda organisasi NU di wilayah Kota Bogor. Dari 2 kali Konpercab sebelumnya betul-betul kita tidak banyak mendapatkan pelajaran karena hanya fokus pada pemilihan pengurus, yang dipilih oleh MWC yang dipilih dan ditetapkan oleh Pengurus Cabang. Tidak ada atau belum ada Pengurus MWC di Kota Bogor ini yang pengurusnya dipilih oleh Ranting ataupun Anak Ranting. Di awal-awal boleh saja MWC dibentuk oleh Pengurus Cabang, tetapi mestinya saat ini MWC dipilih oleh PRNU atau PARNU. Akan tetapi yang paling penting para Konperensisten NU Kota Bogor dalam Konpercab NU kali diberikan ruang dan kesempatan secara terbuka dan penuh dialogis membicarakan NU Kedepan Mau apa dan Mau Mengerjakan Apa.