Oleh: Dina Syofira Indriani (Mahasiswi Prodi Sains Komunikasi FISIP Universitas Djuanda)
Selama beberapa tahun terakhir, perhatian publik di dunia digital semakin teralihkan dengan adanya konten yang serba cepat, seperti video yang berdurasi singkat, caption singkat, dan berita yang terus menerus berseliweran di layar.
Di tengah pola konsumsi informasi yang instan ini, muncul pertanyaan, masih adakah ruang bagi tulisan panjang dan reflektif? Di sinilah blog tetap bertahan menjadi tempat bagi mereka yang ingin membaca dan berpikir lebih dalam di tengah derasnya arus visual yang berlomba menarik perhatian.
Baca Juga: Harga Perak Hari Ini 29 Oktober 2025 Naik, Untung atau Rugi buat Investor?
Perkembangan teknologi perlahan mengubah cara manusia berbagi gagasan dan pendapat. Dahulu opini publik hanya bisa dibagikan melalui media tradisional seperti koran atau majalah.
Kini siapa pun bisa menulis dan menerbitkan tulisan mereka lewat blog. Blogger menjadi simbol kebebasan untuk berekspresi dan tidak hanya sekedar menulis untuk dibaca, tetapi juga berbincang dengan pembaca mengenai pengalaman, pandangan, dan nilai yang mereka pegang.
Blog bukan hanya sekedar wadah berekspresi, namun juga turut berperan dalam menjaga budaya literasi.
Melalui berbagai tulisan yang menarik dan informatif, blogger juga sangat membantu masyarakat dalam memahami berbagai isu-isu sosial, budaya, hingga politik dari sudut pandang terdekat. Dalam DataReportal (2024) mencatat, terdapat lebih dari tiga juta orang di Indonesia yang masih aktif menggunakan blog.
Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan kebiasaan menulis tidak sepenuhnya ditinggalkan, meskipun tren konten yang singkat mendominasi ruang digital.
Namun, di balik upaya blogger mempertahankan tradisi menulis panjang, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Di masa media sosial yang kini penuh dengan algoritma cepat, tulisan blog sering kali sulit ditemukan di tengah berbagai konten yang lebih visual dan menyenangkan.
Banyak pembaca saat ini lebih suka menonton video selama dua menit dibandingkan membaca esai yang memakan waktu lima menit. Karena itu, blogger masa kini harus bisa beradaptasi, seperti dengan membagikan tulisan di media sosial atau menggabungkan gaya bercerita yang lebih santai agar tetap relevan di tengah arus digital yang semakin cepat ini.
Blog bisa menjadi sarana literasi media karena mendorong masyarakat tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga pencipta gagasan yang reflektif. Selama masih ada orang yang memilih menulis untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman, literasi akan terus hidup, meski dunia akan terus melaju cepat dengan perkembangannya.***