Peran bahasa dan sastra Indonesia melalui re-identifikasi kebinekaan bangsa menjadi hal yang menarik untuk solusi dalam permasalahan sosial saat ini. Keragaman bahasa daerah yang dimiliki Indonesia turut berperan besar dalam perkembangan dunia sastra Indonesia. Bahasa daerah dan nilai-nilai lokalitas pun mengambil andil besar dalam pengembangan bahasa Indonesia untuk merawat kebinekaan dan kebangsaan.
PAKAR bahasa Bambang Kaswanti Purwa mengatakan, bahasa Indonesia berkembang sesuai dengan konteks lokalitas di daerah yang terdekat dengan masyarakat. Keragaman bahasa dan sastra daerah yang memperkaya bahasa dan sastra Indonesia merupakan perjalanan kultur yang terwujud dalam kebinekaan.
Bambang mencontohkan, tegur sapa budaya dalam merajut kebinekaan tercermin dalam salah satu puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Cerita Buat Dien Tamaela. Chairil Anwar yang seorang sastrawan asal Minang, Sumatera Barat, menulis puisi dengan bahasa Maluku. “Puisi itu seperti sebuah perjalanan kultur Chairil Anwar,” ujarnya dalam acara Bincang-Bincang Kebangsaan di Gedung D Kemendikbud, Jakarta.
Terkait pembelajaran bahasa Indonesia dan sastra di sekolah, pakar sastra Suminto A Sayuti mengatakan, anak-anak harus bisa membedakan berbahasa dengan bersastra. Siswa tidak hanya belajar tentang teori, melainkan juga bagaimana terjun langsung untuk mendalami sastra dan menghasilkan suatu karya sastra. “Anak-anak harus bisa langsung masuk ke sana (karya sastra) dan mempraktikannya. Misalnya novel Ayat-Ayat Cinta karya Kang Habiburrahman El Shirazy. Di novel itu siswa bisa melihat adanya keragaman budaya Indonesia, adatnya, ada juga nilai-nilai lokalitas dan nasionalitas di situ. Jadi bukan lagi mengajarkan definisi novel adalah, atau plot adalah,” katanya.
Di akhir diskusi, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Bahasa Hurip Danu Ismadi membacakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil Bincang-Bincang Kebangsaan. Beberapa kesimpulan itu antara lain, merawat kebinekaan melalui bahasa dan sastra adalah suatu proses yang harus dijalankan terus menerus oleh berbagai pemangku kepentingan yang beragam.
“Penguatan pendidikan bahasa dan sastra harus diupayakan sebagai proses yang berangkat dari kebutuhan bangsa yang faktual dan menunjukkan peran bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa,” tandasnya.
(*/mam/dit)