Senin, 22 Desember 2025

Pelaksanaan PPDB Dikeluhkan, Mendikbud Terjunkan Tim Audit

- Selasa, 3 Juli 2018 | 09:33 WIB

 
-
METROPOLITAN - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui menerima banyak pengaduan terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tahun 2018. Pelaksana tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, keluhan terkait PPDB yang diterima pihaknya cukup beragam, yang paling sering yakni mengenai adanya kecurangan dalam pelaksanaan PPDB, kebijakan PPDB, dan pelbagai pertanyaan tentang PPDB. Ia melanjutkan, masyarakat juga banyak yang mengadu perihal adanya ketetapan pembayaran uang yang dibebankan kepada mereka menyangkut pelaksanaan PPDB jalur mandiri. Untuk itu pihaknya akan menerjunkan tim audit ke lapangan. "Jumlah yang masuk sekitar 30 pengaduan. Kami sudah menurunkan tim untuk audit khusus ke lapangan terkait pengaduan melalui jalur mandiri," kata Totok kemarin. Selain menerjunkan Tim Audit, Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud membuka posko pengaduan terkait PPDB. Informasi tentang layanan pengaduan tersebut juga diunggah oleh akun resmi Instagram Kemdikbud RI pada Senin (1/7) kemarin. Hingga Senin (2/7) siang, unggahan tersebut telah dikomentari oleh sekitar 420 warganet. Berbagai keluhan dituliskan. Mulai dari masalah kurangnya pemerataan pendidikan dan sarana prasana pendidikan antara desa dan kota. Hal itu dikeluhkan oleh pemilik akun @ida_krisnawati, dia menuliskan sebagai berikut. "Mohon maaf sebelumnya pak, hanya ingin menyampaikan keresahan kami yang di desa dan kebetulan belum ada sekolah negeri. Dengan adanya zonasi adik-adik kami yang di desa susah untuk masuk ke sekolah negeri yang dicita-citakan. Kami terkendala untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman seperti di kota-kota. Akses kami jadi terbatas, karena kami tidak berada di zonasi SMA yang ada di kota. Banyak adik-adik kami di desa yang hilang semangat untuk melanjutkan sekolah, karena sekali lagi di desa kami belum ada SMA Negeri. Kami ingin pendidikan yang maju". Lalu akun @imelatipus, "Zonasi gak adil buat yang diwilayahnya kualitas pendidik dan sekolahnya tidak memadai, kalau mau diterapkan zonasi ya kualitas pendidik dan sekolahnya harus benar-benar sama-sama persis di semua daerah". Ada juga warganet yang mempertanyakan komitmen zonasi dari pemerintah daerah. Karena hingga saat ini, jalur yang menggunakan hasil nilai UN masih paling besar. Padahal, Kemendikbud sudah mewanti-wanti bahwa dalam PPDB nilai UN tidak boleh menjadi pertimbangan utama lagi. Komentar itu dituliskan oleh akun @atik_mariatik, sebagai berikut, "Saya kurang paham dengan sistem PPDB zonasi di DKI karena pada kenyataannya nilai SKHUN tertinggilah yang diterima, dan anak saya ketendang dari sekolah yang dekat rumah hingga akhirnya masuk swasta".(inl/rep/rez)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X