METROPOLITAN - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berencana membuat cetak biru. Menurutnya, pembuatan cetak biru atau blueprint pendidikan tidak bisa dilakukan tergesa-gesa. Pihaknya mengusahakan dalam waktu enam bulan cetak biru itu akan selesai. "Jadi membutuhkan waktu karena kami sudah banyak materi, riset, hasil, tapi kan harus dikemas dalam satu strategi yang tepat. Tapi harapannya dalam waktu enam bulan ini sudah selesai, gitu," kata Nadiem. Nadiem sebelumnya sempat menggagas konsep merdeka belajar untuk pendidikan Indonesia. Itulah yang menyebabkan ia mengubah empat kebijakan, yakni mengganti ujian nasional (UN) dengan sistem asesmen khusus, mengubah persentase penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi, menyederhanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan mengembalikan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) kepada sekolah. Menurut Nadiem, konsep merdeka belajar tersebut sudah merupakan suatu blueprint sendiri. Ia mencontohkan, soal dikembalikannya USBN ke sekolah. Guru kemudian diminta untuk membuat sistem penilaiannya sendiri. "Mau itu guru kompetensi tinggi, kompetensinya rendah, berpikir sendiri gimana caranya ya nilai murid saya. Gimana saya bisa mengintepretasi kompetensi berstandar nasional menjadi bentuk penilaian yang relevan dan akurat untuk murid-murid saya," kata Nadiem. Nadiem menegaskan, salah satu hakikat seorang guru adalah bisa menilai sendiri siswanya. Oleh sebab itu, membuat sistem penilaiannya sendiri adalah suatu proses yang harus dilewati guru. "Karena itu baru mulai sekarang, tentunya mengalami berbagai macam ketidaknyamanan. Karena, ya harus mulai proses pembelajaran," kata dia lagi. Ketua Ikatan Guru Indonesia, Muhamamd Ramli Rahim meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lebih jeli dan proposional saat melibatkan komponen pendidikan untuk menyusun cetak biru pendidikan. Kemendikbud perlu melibatkan organisasi-organisasi guru besar yang sudah memiliki anggota di seluruh Indonesia untuk membantu memberikan masukan. "Jangan sampai yang dilibatkan justru adalah kelompok-kelompok kecil yang kelihatan gaungnya besar. Padahal pengaruhnya di lapangan tidak begitu besar dan jangkauan nya pun sangat sempit," ujar Ramli Ia menyebutkan Kemendikbud sebaiknya melibatkan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Guru Indonesia, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, dan lainnya. Ramli menekankan, Kemendikbud perlu mendefinisikan istilah-istilah guru-guru dalam cetak biru pendidikan. Hal itu perlu untuk mencegah masyarakat salah tafsir dalam program Merdeka Belajar yang disusun pemerintah. "Jangan sampai definisi-definisi itu parsial definisi-definisi itu tidak utuh dan kemudian banyak orang membuat tafsir yang salah atau berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh pemerintah saat ini,"pesannya. (re/feb)